Jangan asal tapping, tapi cek dan ricek terlebih dulu.
Cyberthreat.id – Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra mengimbau para pemilik gerai dan pengelola tempat ibadah melakukan pengecekan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) secara berkala.
Menurut dia, sebenarnya penggunaan QRIS yang menjadi standar pembayaran menggunakan metode QR code dari Bank Indonesia sudah cukup aman karena menampilkan nama pemilik rekening yang dituju.
Di beberapa negara, kata dia, barcode semacam QRIS untuk transaksi pembayaran bahkan tidak menampilkan nama pemilik rekening, berbeda dengan QRIS yang menampilkan nama penerima atau pemilik rekening sebelum bertransaksi.
"Makanya, kepada masyarakat hati-hati. Jangan asal tapping langsung oke aja, transfer. Kalau ke toko lihat, namanya sesuai enggak dengan tokonya, misalnya. Kalau namanya bener, baru kita enter," ujar Rahmat di sela pembukaan "UMKM Gayeng" di Semarang, Rabu (12 April 2023)., dikutip dari Antaranews.com.
Diakuinya, kemungkinan terjadinya tindak kriminalitas, seperti penggantian stiker QRIS di beberapa lokasi strategis bisa saja terjadi sehingga seluruh pihak harus waspada dan berhati-hati.
Kewaspadaan juga harus ditingkatkan, kata dia, terutama bagi para pemilik gerai dan pengelola tempat ibadah dengan mengecek stiker QRIS yang tertempel secara rutin untuk mengantisipasi penggantian stiker.
"Kayak di masjid, rumah ibadah, hati-hati. Tenant hati-hati, harus mengecek rutin, barangkali ada yang ditempelin itu stiker QRIS orang lain," wantinya.
Sebelumnya, pemasangan stiker kode QRIS infak palsu terjadi di beberapa masjid di Jakarta.Kepolisian telah menetapkan satu tersangka dan mengusut kasus tersebut.[] (Baca: Eks Karyawan Bank BUMN Tersangka Penipuan Stiker QRIS 'Restorasi Masjid')
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.