Apakah AI berbahaya?
Cyberthreat.id – Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan perusahaan teknologi memiliki tanggung jawb untuk memastikan bahw produk kecerdasan buatannya aman sebelum dipublikasikan.
Dalam pertemuan Selasa (4 April 2023) bersama Dewan Penasihat Presiden bidang Sains dan Teknologi di Gedung Putih, Washington, Biden mengatakan, media sosial saat ini telah menggambarkan bagaimana bahaya dapat ditimbulkan oleh teknologi canggih.
"Tanpa perlindungan, kami melihat dampaknya pada kesehatan mental dan citra diri serta perasaan dan keputusasaan, terutama di kalangan anak muda," ujar Biden.
Ketika ditanya apakah AI itu berbahaya, Biden menjawab, "Masih harus dilihat. Bisa jadi," ujarnya dikutip dari Reuters.
Baca:
Di sisi lain, ia menyinggung agar DPR segera mengesahkan undang-undang rivasi guna membatasi data pribadi yang dikumpulkan oleh perusahaan teknologi, melarang iklan yang ditargetkan untuk anak-anak, dan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan dalam pengembangan produk.
Dalam sepekan terakhir, AI menjadi topik hangat dibicarakan oleh kalangan developer dan pembuat kebijakan. Pekan lalu, lebih dari 1.000 pemimpin teknologi menyerukan moratorium pengembangan kecerdasan buatan di luar GPT-4, teknologi di balik chatbot OpenAI. Petisi itu diterbitkan oleh organisasi nirlaba Future of Life Institute.(Baca: ChatGPT Meresahkan. Elon Musk, Steve Wozniak dkk Teken Petisi Setop Pengembangan AI)
Kelompok etika teknologi, Pusat Kecerdasan Buatan dan Kebijakan Digital, telah meminta Komisi Perdagangan Federal AS untuk menghentikan OpenAI mengeluarkan rilis komersial baru GPT-4, otak di balik ChatGPT.
Badan Perlindungan Data Italia juga mengeluarkan kebijakan untuk melarang sementara ChatGPT OpenAI karena dituding mengumpulkan data pengguna secara ilegal dan gagal melindungi anak di bawah umur.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.