Google menyebut putusan bisa merugikan konsumen.
Cyberthreat.id – Pengadilan Banding Hukum Perusahaan Nasional (NCLAT) India menolak permintaan Google untuk membatalkan keputusan yang diambil oleh Competition Commission of India/CCI), badan pengawas persaingan usaha, Rabu (4 Januari 2023).
CCI pada Oktober 2022 mendenda perusahaan internet Amerika Serikat itu sebesar US$161 juta. Alasannya, Google dianggap menyalahgunakan posisi pasarnya yang dominan terkait dengan pencarian online dan toko aplikasi Android.
Tak hanya denda, CCI juga mendesak agar Google mengubah pembatasan yang diberlakukan terhadap produsen smartphone terkait dengan aplikasi bawaan atau pra-instal.
Pada Rabu, selama persidangan itu, Google berkali-kali menolak keputusan CCI. Pengacara Google, Abhishek Manu Singhvi, meminta agar keputusan itu ditunda atau diperpanjang tanggal pemberlakuan setelah 19 Januari mendatang.
Tak hanya itu, ia menuding keputusan CCI justru akan mengubah model bisnis perusahaan dan bisa merugikan konsumen.
Argumen tersebut tetap ditolak pengadilan. “Kami berpendapat bahwa pada saat ini mengingat banyaknya permohonan (gugatan), (kami) tidak perlu mengeluarkan perintah sementara,” kata panel pengadilan yang beranggotaan dua hakim tersebut, dikutip dari Reuters.
Pada 3 Januari, Google mengatakan kepada pengadilan bahwa penyelidik CCI telah meniru dari sebagian putusan Uni Eropa menyangkut masalah penyalahgunaan dominasi pasar sistem operasi Android-nya.
“Unit investigasi CCI menyalin secara luas dari keputusan Komisi Eropa, membagikan bukti dari Eropa yang tidak diperiksa di India,” kata Google.
"Ada lebih dari 50 contoh penyalinan", dalam beberapa kasus ‘kata demi kata, dan pengawas secara keliru mengabaikan masalah tersebut,” kata Google dalam bantahan yang diajukan.
"Komisi gagal melakukan investigasi yang tidak memihak, berimbang, dan sehat secara hukum ... praktik distribusi aplikasi seluler Google bersifat pro-persaingan dan bukannya tidak adil/mengecualikan."
Juru bicara CCI dan Komisi Eropa tidak menanggapi permintaan komentar.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.