Teknologi pengenalan wajah milik polisi cenderung rasis.
Cyberthreat.id – Teknologi pengenalan wajah (facial recognition) yang mengandalkan kecerdasan buatan (artificial intelligence) memakan korban.
Di negara bagian Louisiana, Amerika Serikat, aparat penegak hukum setempat salah tangkap ketika mendeteksi identitas seorang yang sebelumnya dinyatakan buron.
Randall Reid (28) terpaksa mendekam dipenjara pada akhir November 2022 di DeKalb County, Georgia. Namun, kepolisian akhirnya membebaskan Reid pada 1 Desember.
Tommy Calogero, pengacara Reid, mengatakan, kepolisian ceroboh mengaitkan kliennya dalam insiden pencurian dompet di Jefferson Paris dan Batin Rouge.
Insiden itu terjadi pada Juni di sebuah toko di Metairie, pinggiran kota New Orleans di Jefferson Parish.
Departemen Kepolisian Batin Rouge dengan teknologi yang dimilikinya melakukan pendeteksian dan akhirnya mengeluarkan surat perintah penangkapan. Surat itu berisi bahwa Reid salah satu dari tiga lelaki yang terlibat dalam pencurian dompet mewah.
Reid dalam pembelaannya mengatakan bahwa dirinya sama sekali belum pernah pergi ke Louisiana dalam hidupnya. “Mereka mengatakan saya terkait pencurian itu. Jadi, saya tidak hanya belum pernah ke Louisiana, tapi juga tidak melakukan pencurian,” kata Reid.
Kepolisian mengatakan Reid dibebaskan setelah identifikasi ulang. Ada perbedaan seperti tahi lalat di wajah Reid dengan tersangka. Dengan hasil ini, surat penangkapan akhirnya dibatalkan, tutur Tommy, dikutip dari ABC News, diakses Selasa (3 Januari 2023).
Sejauh ini kepolisian belum memberikan komentar terkait salah tangkap tersebut dan pembebasan Reid, termasuk kesalahan teknologi AI itu.
Reid adalah seorang warga berkulit hitam. Karena salah tangkap itu, teknologi facial recognition pun kembali menjadi sorotan. Teknologi ini dianggap rasis karena cenderung mendeteksi orang kulit berwarna dibanding orang kulit putih.
Sejak beberapa tahun terakhir, teknologi facial recognition dianggap bermasalah karena dianggap tidak akurat.[]
Baca:
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.