Sebelumnya, saat dikuasai peretas, akun @kkpgoid memperlihatkan gelagat tak biasa, yakni mempromosikan NFT termasuk meretweet cuitan dari akun @ThePossessedNFT.
Cyberthreat.id - Akun Twitter resmi milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) @kkpgoid yang diretas sejak Rabu (30 Maret) dan dijadikan sebagai lapak berjualan aset digital non-fungible token (NFT) oleh peretas, telah berhasil dipulihkan dan kembali dikuasai oleh Tim Komunikasi KKP.
"Hai #SahabatBahari, saat ini akun Twitter resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah kembali dikuasai oleh Tim Komunikasi KKP. Terima kasih atas dukungan semua pihak untuk kembalinya akun kami. Terus pantau KKP untuk mengetahui informasi sektor kelautan dan perikanan ya," cuit akun @kkpgoid pada Kamis malam, 31 Maret 2022.
Sebelumnya, saat dikuasai peretas, akun @kkpgoid memperlihatkan gelagat tak biasa, yakni mempromosikan NFT termasuk meretweet cuitan dari akun @ThePossessedNFT.
"PRESALE SUDAH LANGSUNG SEKARANG! 666 PSSSSD tersedia SEKARANG! GRAB SEBELUM SOLD OUT! https://mint-pssssd[.]xyz Hanya orang yang kita ikuti yang bisa MINT! Kami akan live jam 7:00 malam untuk debrief. Bergabunglah dengan kami," begitu antara lain bunyi cuitan dari akun @kkpgoid pada Kamis (31 Maret 2022).
Staf Khusus Bidang Hubungan Media dan Komunikasi Publik Kementerian KKP Doni Ismanto Darwin mengatakan peretasan baru diketahui pada Kamis pagi.
Menurutnya, peretas ingin mengambil alih akun Twitter KPP yang memiliki hampir 500 ribu follower.
Doni mengatakan belum mengetahui bagaimana proses pengambilalihan akun Twitter KPP dilakukan oleh peretas. Menurutnya, prosedur keamanan Twitter sudah diterapkan.
"Kita sudah terapkan seperti two factor authentication dan lainnya. Tapi sebuah sistem pasti ada bolongnya, kita nggak tahu," kata Doni kepada awak media.
Doni berharap masyarakat tidak tidak tertipu dengan cuitan yang disebarkan oleh peretas saat menguasai akun KPP.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.