Saat ini Aksara Kawi sedang diaftarkan ke Badan Standardisasi Nasional.
Cyberthreat.id – Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) tahun ini akan mendaftarkan Aksara Kawi ke Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk mendapatkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Langkah PANDI ini merupakan bagian dari upayanya untuk melestarikan warisan budaya nusantara melalui digitalisasi.
Aksara Kawi juga akan didaftarkan sebagai Internationalized Domain Names (IDN) yang memungkinkan orang di seluruh dunia menggunakannya sebagai nama domain atau pemrograman komputer.
Wakil Ketua PANDI, Heru Nugroho, menuturkan Aksara Kawi merupakan aksara induk yang sudah digunakan dalam kurun waktu yang sangat lama, pun digunakan di banyak daerah di nusantara seperti Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
"Dengan masuknya Aksara Kawi ke Unicode kemudian menjadi peluang untuk revitalisasi Aksara Kawi di dunia digital yang akan didukung penggunaannya melalui SNI. Jika sudah hadir di ranah digital, tentu akan sangat bermanfaat dalam ranah akademis dan sejarah," kata Heru dalam sebuah pernyataaan, dikutip dari Antaranews.com, Minggu (27 Februari 2022).
Saat ini, Kawi sudah masuk ke dalam draf Unicode 15 dan Amandemen ISO/IEC 10646 yang akan rilis akhir tahun 2022.
Selain itu, Aksara Kawi sudah mendapat dukungan dari komunitas pengguna dan Pemkot Kediri. Hal ini mengindikasikan bahwa secara umum Aksara Kawi sudah bisa didaftarkan ke BSN dan pengajuan IDN ke ICANN (The Internet Corporation for Assigned Names and Numbers).
"Kita sudah menyiapkan konsep untuk RSNI dengan memajukan usulan Program Nasional Penyusunan Standar (PNPS). Kami juga mendengar bahwa Kementerian Agama mengusung Aksara Pegon ke BSN untuk segera memperoleh SNI, sehingga PANDI bisa mendaftarkan Pegon sebagai Internationalize Domain Name (IDN) ke lembaga internet dunia (ICANN)," Heru menambahkan.
Aksara Kawi dan pegon sudah diusulkan melalui situsweb sispk.bsn.go.id, di mana saat ini dalam tahap proses publikasi oleh BSN untuk menjaring pendapat masyarakat.
Setelah selesai dalam kurun waktu 30 hari, selanjutnya akan diajukan ke KKPS untuk rekomendasi penetapan menjadi PNPS.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.