Kejahatan siber bisa terjadi juga lantaran faktor ketidaktahuan nasabah.
Cyberthreat.id – Pertahanan bukan perkara pada sistem elektroniknya harus terbaik. Jika sistem yang dimiliki tak pernah diuji secara berkala, bisa juga memiliki celah yang dipakai peretas untuk menyusup ke jaringan sistem digital.
Pesan itu disampaikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (23 Februari 2022).
Ia mengatakan hal itu menyangkut tren sektor kuangan yang kini telah mengadopsi teknologi informasi. Terlebih, mengutip jurnal Computers & Security, katanya, kejahatan siber meningkat signifikan selama pandemi lantaran ketergantungan masyarakat terhadap internet untuk bekerja dan bertransaksi keuangan.
Di situlah, menurut dia, penyedia layanan keuangan harus menerapkan sistem manajemen risiko operasional yang andal dan teruji secara berkala.
“Terus memantau perkembagan modus-modus kejahatan siber untuk dapat memitigasi ancaman kejahatan siber dengan optimal,” ujar Purbaya dikutip dari Antaranews.com.
Di sisi lain, manajemen perusahaan juga perlu memberitahukan kepada seluruh pegawai tentang ancaman-ancaman keamanan siber.
“Walaupun sistemnya canggih, jika pegawai tidak hati-hati, kebocoran bisa berasal dari internal, baik disengaja maupun tidak disengaja,” ujarnya.
Secara umum, mekanisme manajemen risiko perlu diadopsi oleh perbankan digital, perlu lebih memperhatikan berbagai risiko tentang kerentanan sistem informasi dan teknologi yang digunakan.
Purbaya juga mengatakan, perusahaan bank digital perlu memiliki manajemen keamanan komprehensif dan teruji meliputi Cyber Security Management, Cyber Security Exercise, dan Cyber Security Reporting.
Jangan mudah tergoda
Purbaya juga mengingatkan bahwa kejahatan siber bisa terjadi lantaran faktor ketidaktahuan nasabah. Biasanya nasabah yang menjadi korban cenderung mudah tergoda dengan berbagai modus yang dilakukan penjahat.
Purbaya membagikan tips yang dapat dilakukan oleh masyarakat, di antaranya mencadangkan dokumen online dan offline secara rutin, penggunaan kata sandi kuat, pengecekan pengaturan privasi dan keamanan, serta menghindari membuka dan menghapus email atau lampiran yang mencurigakan.
“Rutin memeriksa saldo tabungan di bank dengan cara mencetak buku tabungan secara periodik, karena dapat mengurangi kemungkinan ketidakcocokan catatan kita dengan bank,” ujar dia.
Menurut Purbaya, edukasi dan sosialisasi sangatlah penting, khususnya yang dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap ancaman siber dan berbagai modus penipuan online.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.