Mozilla mengumumkan akan mematikan Firefox Reality Browser setelah berjalan selama empat tahun.
Cyberthreat.id – Mozilla mengumumkan akan mematikan Firefox Reality Browser setelah berjalan selama empat tahun.
Perusahaan peramban web itu mengatakan keputusan menutup peranti lunak terbukanya itu lantaran untuk difokuskan pada komunitas dan organisasi lain, “sehingga dapat terus tumbuh dan berkontribusi ke web seperti WebAssembly, Rust, dan Servo,” tutur Mozilla, dikutip dari ZDNet, Jumat (4 Februari 2022).
Firefox Reality Browser diciptakan perusahaan untuk mengadopsi teknologi virtual reality (VR). Peramban ini memungkinkan pengguna mengakses web melalui virtual reality mandiri dan peranti augmented reality (AR) dan tersedia di toko aplikasi Viveport, Oculus, dan Daydream.
Saat berada di peramban, pengguna dapat mengunjungi URL standar, melakukan penelusuran, dan akhirnya berpindah antara situsweb 2D dan pengalaman web yang imersif.
Mozilla mengatakan kode sumber Firefox Reality akan terus digunakan di Wolvic, peramban VR buatan Igalia, perusahaan konsultan perangkat lunak Spanyol, sebagai basisnya.
"Teknologi peramban Firefox Reality akan terus berlanjut di bawah Igalia, di mana mereka akan menjunjung prinsip yang sama seperti yang kami mulai ketika kami membuat Firefox Reality, sebuah peramban open source yang menghormati privasi Anda," kata Mozilla.
Wolvic akan tersedia pekan depan untuk sistem XR yang berdiri sendiri dan berbasis AOSP, dan sistem tethered HarmonyOS seperti Oculus, Huawei VR Glass, Vive, Pico, dan Lynx.
Wolvic yang akan tersedia tersebut masih dalam versi "beta", karena Igalia masih akan mentransisikan beberapa fitur yang disediakan oleh Mozilla.
Firefox Reality Browser masih tersedia di toko aplikasi VR, tetapi akan dihapus dari toko tersebut dalam beberapa pekan mendatang.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.