Nancy Faeser menambahkan bahwa Jerman sedang berdiskusi dengan mitranya di Uni Eropa bagaimana mengatur Telegram.
Cyberthreat.id - Jerman mengancam dapat menutup Telegram jika layanan messenger yang populer di kalangan kelompok sayap kanan dan orang-orang yang menentang pembatasan terkait pandemi terus melanggar hukum Jerman.
Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser dalam sambutannya yang diterbitkan pada hari Rabu.
"Kami tidak bisa mengesampingkan hal ini," katanya kepada mingguan Die Zeit seperti dikutip Reuters.
"Pelarangan akan menjadi masalah serius dan jelas merupakan upaya terakhir. Semua opsi lain harus dilakukan terlebih dahulu."
Dia menambahkan bahwa Jerman sedang berdiskusi dengan mitranya di Uni Eropa bagaimana mengatur Telegram.
Telegram merupakan aplikasi perpesanan yang telah berkembang. Penggunanya dapat membuat grup berdasarkan kesamaan minat dan pandangan.
Di Jerman, Telegram saat ini dianggap sebagai sumber penyebaran teori konspirasi dan ujaran kebencian, terutama saat negara itu tengah berjuang menghadapi pandemi Covid-19.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.