Anggota Komisi 1 DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP) dilanjutkan di masa sidang 2022.
Cyberthreat.id – Anggota Komisi 1 DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi, mengatakan pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP) dilanjutkan di masa sidang 2022.
“Kami sudah mengajukan perpanjangan pembahasan RUU PDP karena sepertinya tidak akan selesai di masa sidang terakhir di tahun ini,” ujar Bobby kepada Cyberthreat.id, Senin (6 Desember 2021).
Bobby menjelaskan masih ada pembahasan yang harus dilakukan kembali terkait dengan beberapa pasal dan substansi draf undang-undang. Mulai dari lembaga pengawas data pribadi hingga permasalahan besaran sanksi yang akan dikenakan jika terjadi pelanggaran data pribadi.
Bobby mengatakan saat ini DPR dan Kementerian Komunikasi dan Informatika sedang mendiskusikan lembaga pengawas yang paling ideal untuk Indonesia. Lembaga tersebut harus bisa memenuhi aspek independen, profesional, dan mampu mewakili kepentingan masyarakat sebagai pemilik data pribadi dan industri sebagai pengendali dan pemroses data pribadi pengguna.
“Ini sedang kami cari, apakah seperti Dewan Pengawas RRI/TVRI, apa komisioner KPI/KPID, atau model seperti UU TPT yang pengawasnya DPR, atau memang perlu wewenang instrumen lembaga pengawasan lain,” kata Bobby.
Sementara itu, terkait dengan pemberian saksi jika terjadi pelanggaran data, hingga saat ini DPR dan Kementerian Kominfo masih mendiskusikan jalan tengah yang tidak memberatkan salah satu pihak saja. Sejauh ini, yang paling memungkinkan adalah menggunakan perhitungan sanksi yang dikenakan beberapa persen dari omset atau penerimaan tahunan lembaga tersebut.
“Misal, kalau sanksi administratif denda, bagaimana menentukan besarannya pada lembaga negara dan publik? Kan perhitungannya harus benar-benar adil,” kata dia.
RUU PDP telah mendapatkan perpanjangan waktu pembahasan beberapa kali. Sebelumnya, RUU PDP ini ditargetkan bisa rampung pada Agustus 2020, lalu mundur ke Februari 2021, hingga akhirnya mundur ke September 2021.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.