SKSN tidak hanya mencakup langkah-langkah, program dan insiatif yang harus dilakukan, tetapi juga sumber daya yang dialokasikan dan bagaimana sumber daya itu.
Cyberthreat.id – Direktur Strategi Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Dr. Sulistyo mengatakan keamanan siber telah menjadi isu prioritas di dunia, termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, perlu strategi keamanan siber nasional guna membangun tata kelola keamanan siber yang baik.
"Strategi keamanan siber nasional ini diharapkan dapat membangun kemandirian teknologi, mencegah, mengelola ancaman, serangan siber serta meningkatkan budaya keamanan dalam ruang siber," kata Sulistyo dalam diskusi kelompok terarah (FGD) tentang Strategi Keamanan Siber Nasional (SKSN) bersama komunitas siber di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (30 November 2021).
Sulistyo menekankan bahwa kriptografi adalah salah satu fokus dari penerapan SKSN karena peran teknologi ini yang vital. Ada dua fungsi utama dari penerapan teknologi kriptografi dalam keamanan siber, yaitu untuk melindungi rahasia negara dan melindungi keamanan dari sistem, jaringan, data ataupun aspek-aspek lainnya.
Menurut dia, penerapan kriptografi nasional juga harus mandiri. "Pertimbangan itulah yang membuat beberapa negara telah mengatur larangan mengenai ekspor teknologi kriptografi serta [memiliki] standar khusus yang berkaitan dengan algoritma kriptografi," ujar Sulistyo.
Sulistyo juga memaparkan tujuh fokus area kemandirian kriptografi nasional yang meliputi:
Selain itu, fokus area kerja SKSN saat ini, meliputi tata kelola, manajemen risiko dalam keamanan siber nasional, kesiapsiagaan dan ketahanan, infrastruktur informasi vital nasional, pembangunan kapabilitas dan kapasitas, legislasi dan regulas & kerja sama internasional.
"SKSN tidak hanya mencakup langkah-langkah, program dan insiatif yang harus dilakukan, tetapi juga sumber daya yang dialokasikan dan bagaimana sumber daya tersebut harus digunakan. Demikian pula, proses harus mengidentifikasi metrik yang akan digunakan untuk membantu memastikan bahwa hasil yang ingin diinginkan tercapai," kata Sulistyo.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.