NATO mengatakan bahwa mereka melihat domain siber sebagai lingkungan pertempuran yang sah dan mereka dapat menggunakan Pasal 5 untuk melindungi sekutu
Cyberthreat.id - NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara yang merupakan aliansi 30 negara mengingatkan bahwa serangan siber terhadap anggotanya dapat menimbulkan respon militer internasional.
Hal itu disampaikan oleh Sekretris Jenderal NATO Jens Stoltenberg seperti dilansir dari BBC.
NATO sebelumnya mengatakan bahwa mereka melihat domain siber sebagai lingkungan pertempuran yang sah dan mereka dapat menggunakan Pasal 5 untuk melindungi sekutu.
Stoltenberg menyatakan bahwa NATO tidak membedakan antara serangan siber dan jenis serangan lainnya. Dia memperingatkan bahwa perang dunia maya dalam pasal tersebut dapat dilihat sebagai tindakan agresi terhadap seluruh aliansi, dan menuntut tanggapan militer kolektif.
“Di satu sisi, tidak masalah apakah itu serangan kinetik atau serangan siber, kami akan menilai sebagai sekutu apakah itu memenuhi ambang batas untuk memicu Pasal 5. Ini mengirimkan pesan bahwa kami menganggap serangan siber sama seriusnya dengan serangan lainnya", katanya.
Serangan ransomware baru-baru terhadap penyalur BBM Amerika Serikat Colonial Pipeline dan SolarWinds menunjukkan bahwa infrastruktur penting dan institusi demokrasi semakin menjadi target serangan. Apalagi, China sering menggunakan perilaku agresifnya yang cenderung menggunakan kampanye disinformasi dan serangan siber.
Selain lebih canggih, serangan siber kini juga semakin sering terjadi. Untuk memerangi ancaman, aliansi menciptakan pusat domain dunia maya di Estonia untuk mengawasi dan mengoordinasikan reaksi.
Doug Britton, CEO dari Haystack Solutions mencatat,
“Ini adalah seruan keras untuk talenta terbaik dalam pertahanan, memukul mundur penyerang di perbatasan dunia maya, dan menyerang, menyebarkan senjata dunia maya melawan musuh”.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.