El Salvador menjadi negara pertama di dunia yang secara resmi mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah.
Cyberthreat.id – El Salvador menjadi negara pertama di dunia yang secara resmi mengadopsi Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah.
Parlemen negara tersebut akhirnya menyetujui rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden Nayib Bukele.
Dengan dukungan 62 suara, mayoritas anggota parlemen mendukung inisiatif untuk membuat undang-undang yang secara resmi mengadopsi Bitcoin meski ada kekhawatiran tentang dampak potensial dari program Dana Moneter Internasional (IMF) ke negara tersebut, tulis Reuters, Rabu (9 Juni 2021). Ini lantaran negara tersebut sedang mendekati IMF untuk mendapatkan bantuan sebesar lebih dari US$1 miliar.
Presiden Bukele berkali-kali menyarankan penggunaan Bitcoin. Menurutnya, potensi pemakaian Bitcoin sebagai alat pembayaran akan membantu orang-orang Salvador yang tinggal di luar negeri mengirim uang ke kampung halaman. Meski ia juga mengatakan dolar AS juga akan berlanjut sebagai alat pembayaran yang sah.
“Ini akan membawa inklusi keuangan, investasi, pariwisata, inovasi, dan pembangunan ekonomi untuk negara kita,” kata dia dalam sebuah cuitan di akun Twitter-nya sebelum pemungutan suara oleh anggota parlemen.
Menurut dia, penggunaan Bitcoin, yang bersifat opsional, tidak akan membawa risiko bagi pengguna. Pemakaian sebagai alat pembayaran yang sah masih menunggu 90 hari usai RUU diundangkan.
“Pemerintah akan menjamin nilai tukarnya ke nilai yang tepat dalam dolar pada setiap transaksi,” ujar dia.
Saat ini ekonomi dolar El Salvador sangat bergantung pada uang yang dikirim kembali dari para pekerja imigran di luar negeri. Data Bank Dunia menyebutkan pengiriman uang ke negara itu mencapai hampir US$6 miliar atau sekitar seperlima dari Produk Domestik Bruto 2019, salah satu perbandingan tertinggi di dunia.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.