Perusahaan perangkat lunak asal AS, SolarWinds Corps, mengaku telah mengalami kerugian sedikitnya US$18 juta (sekitar Rp263,2 miliar) dalam tiga bulan pertama 2
Cyberthreat.id – Perusahaan perangkat lunak asal AS, SolarWinds Corps, mengaku telah mengalami kerugian sedikitnya US$18 juta (sekitar Rp263,2 miliar) dalam tiga bulan pertama 2021.
Kerugian tersebut imbas dari serangan siber yang melanda produknya, Orion, perangkat lunak manajemen berbagai internet of things (IoT) yang dipakai sebuah perusahaan.
SolarWinds mengatakan, Selasa (13 April 2021), dikutip dari Reuters, untuk menangani insiden siber tersebut perusahaan menghabiskan antara US$ 18 juta hingga US$ 19 juta.
SolarWinds mengaku telah menyewa perusahaan keamanan siber CrowdStrike Holdings Inc dan perusahaan layanan profesional KPMG untuk membantu dalam menyelidiki kasus tersebut.
Berita Terkait:
Perusahaan mengatakan, kemungkinan biaya penanganan tersebut juga bakal meningkat. “Kami perkirakan akan ada biaya layanan hukum dan profesional lain yang signifikan terkait dengan insiden siber di masa depan,” katanya dalam sebuah catatan.
Insiden itu terdeteksi pada medio Desember 2020. Peretas yang diduga berasal dari Rusia masuk ke jaringan perusahaan dan menaruk malware pintu belakang (backdoor) di sistem pembaruan Orion.
Akibat serangan itu, sekitar 18.000 pelanggan Orion menjadi korban karena telah menginstal pembaruan yang berisi malware. Inilah serangan rantai pasokan (supply chain attack) yang canggih dan sebagai insiden siber terbesar dalam sejarah internet.
Perusahaan swasta pertama yang mengungkap adalah FireEye dan Microsoft. Penyelidikan FireEye menemukan malware bernama "Sunburst", sedangkan Microsoft menamainya “Solorigate” yang dipakai peretas dalam serangan tersebut.
Microsoft menuding bahwa di balik serangan itu adalah geng Nobelium, sedangkan FireEye menyebutnya sebagai grup UNC2452. Sementara AS secara resmi menuding Rusia di balik serangan itu.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.