Pengadilan memutuskan TikTok bersalah karena gagal menghapus konten yang melanggar hukum Rusia.
Cyberthreat.id- Pengadilan di Moskow memerintahkan aplikasi berbagi video TikTok untuk membayar denda setelah gagal menghapus konten terkait protes yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah setempat.
Seperti dilansir dari DW.com yang mengutip kantor berita Rusia IFAX pada Selasa (6 April 2021), pengadilan memerintahkan TikTok membayar denda administratif 2,6 juta rubel (setara $ 34.000 atau Rp493 juta).
Pengadilan memutuskan TikTok bersalah karena gagal menghapus konten yang melanggar hukum Rusia. Konten yang dipermasalahkan terdiri dari video buatan pengguna yang menyerukan kaum muda untuk bergabung dalam protes untuk mendukung pengkritik Kremlin, Alexei Navalny.
Navalny ditangkap sekembalinya ke Rusia pada 17 Januari. Tindakan itu disambut dengan kemarahan yang meluas dan protes jalanan.
Pengawas media Rusia Roskomnadzor menggambarkan seruan untuk protes yang diselenggarakan di berbagai platform media sosial sebagai "menghasut remaja" untuk mengambil bagian dalam "kegiatan ilegal," atau "acara massa yang tidak sah."
Sebelumnya, pengadilan Moskow juga menghukum Twitter untuk membayar denda 3,2 juta rubel (setara US$ 42.011 atau Rp610 juta) karena gagal menghapus konten yang menurut pihak berwenang dilarang. Selain itu, pengadilan juga memerintahkan perlambatan konten gambar dan video di platform itu. (Lihat: Pengadilan Rusia Denda Twitter dan Rusia Perpanjang Hukuman Twitter Hingga 15 Mei Mendatang)
TikTok dan Twitter dituduh mengganggu urusan dalam negeri Rusia pada Januari karena tidak menghapus postingan yang menyerukan unjuk rasa anti-pemerintah.
Pengadilan juga akan meninjau kasus yang melibatkan Facebook, Telegram dan Google LLC pada bulan Mei. (Baca juga: Rusia Tuntut Google dan Platform Media Sosial karena Video Protes Pendukung Oposisi).[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.