Badan Siber dan Sandi Negara mencatat selama 2020 terdapat 495 juta trafik anomali atau ancaman-ancaman siber yang menyerang ke Indonesia.
Cyberthreat.id – Badan Siber dan Sandi Negara mencatat selama 2020 terdapat 495 juta trafik anomali atau ancaman-ancaman siber yang menyerang ke Indonesia.
Dari jumlah itu, terdeteksi mayoritas ancaman berupa perangkat lunak jahat (malware) jenis trojan. (Baca: Trojan AllAple Berada di Puncak Trafik Ancaman Siber di Indonesia).
Sekadar diketahui, trojan merupakan perangkat lunak berbahaya yang dapat merusak sebuah sistem atau jaringan. Berbeda dengan “virus” atau “worm”, trojan bersifat tidak terlihat dan seringkali menyerupai program atau file yang wajar, seperti file .mp3, software gratis, antivirus palsu, atau game gratis.
Tujuan trojan adalah memperoleh informasi dari target, seperti: password, log data, kredensial, dan lainnya tanpa sepengetahuan korban, tulis BSSN dalam laporan yang bisa diunduh di sini. (PDF)
Menurut laporan yang dirilis Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopskamsinas) BSSN, alamat protokol internet (IP address) yang terdeteksi palingg tinggi menyerang Indonesia berasal dari Amerika Serikat dengan jumlah 12.713.177 alamat IP.
“Alamat IP tersebut dapat menunjukkan dari negara manakah anomali berasal.,” tulis BSSN.
Di urutan berikutnya hingga ke-10, antara lain dari China sebanyak 77.932.296 alamat IP, Indonesia (64.383.427), Belanda (33.951.728), Korea Selatan (14.869.260), Australia (14.743.994), Rusia (12.413.645), Prancis (10.836.667), Kanada (6.929.714), dan Jerman (5.058.412).
Sementara, hasil monitoring BSSN juga memetakan negara-negara mana saja yang menjadi tujuan dari anomali yang berasal dari Indonesia—pendek kata, alamat IP Indonesia yang dipakai untuk mengancam atau melakukan serangan siber).
Berikut ini 10 negara dengan jumlah serangan tertinggi dari IP Indonesia selama 2020 (disusun dari terbanyak), antara lain: Indonesia, AS, China, Jerman, Argentina, Belanda, Korea Selatan, Hong Kong, Prancis, dan Rusia.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.