Kementerian Komunikasi dan Informatika RI mengidentifikasi 111 konten hoaks yang berkaitan dengan vaksin Covid-19.
Cyberthreat.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika RI mengidentifikasi 111 konten hoaks yang berkaitan dengan vaksin Covid-19.
Semua isu hoaks itu tersebar di Facebook sebanyak 471 kali, Instagram (9 kali), Twitter (45 kali), YouTube (38 kali), dan TikTok (5 kali).
"Semuanya sudah di-takedown oleh Tim AIS Kominfo," jelas Koordinator Pengendalian Internet Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Anthonius Malau dalam diskusi teknis bertajuk “Penanganan dan Penegakan Hukum Disinformasi/Hoaks Covid-19” yang berlangsung secara virtual, dari Jakarta, Selasa (23 Februari 2021).
Menurut Anthonius Malau, ada kecenderungan hoaks vaksin Covid-19 terus meningkat. Jika hal ini dibiarkan, akan berdampak pada capaian kesuksesan vaksinasi oleh pemerintah.
“Karena vaksin ini menjadi program pemerintah yang tidak boleh gagal, program ini harus berhasil seperti yang dikatakan para ahli untuk mencapai target herd immunity masyarakat supaya bisa dikendalikan Covid-19,” jelas dia seperti dikutip dari situs web Kominfo.
“Kami mengajak multistakeholder yang terlibat untuk menanggulangi hoaks,” ujarnya.
Menurut Anthonius Malau, Kominfo tidak hanya melabelkan sebuah informasi terkategori hoaks, disinformasi, atau misinfomasi, tetapi ada langkah selanjutnya yakni mendiseminasi informasi tersebut kepada kementerian/lembaga, termasuk pemerintah daerah.
“Supaya seluruh lapisan masyarakat dapat memahami dan mengetahui bahwa informasi terkait dengan vaksin (berbahaya) itu hoaks,” ujarnya.
Menurut dia, pemda-pemda memegang peranan penting soal diseminasi informasi kepada masyarakat tentang hoaks vaksinasi.
“Tadi ada bahan masukan yang sangat bagus bahwa terkait dengan hoaks vaksin Covid-19 ini bisa kita buatkan semacam poster yang akan ditempelkan di puskesmas-puskesmas, di dalam poster itu berisi informasi terkait dengan klarifikasi,” ujarnya.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.