Susi mencolek akun Twitter terverifikasi atas nama Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Cyberthreat.id - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti termasuk yang resah dengan maraknya ujaran kebencian yang mengarah ke rasisme di media sosial.
Setelah beberapa waktu lalu dia meminta pengikutnya di Twitter untuk unfollow akun milik Abu Janda alias Permadi yang dilaporkan ke polisi terkait dugaan ujaran kebencian, pada Minggu kemarin (7 Februari 2021), Susi mencolek akun Twitter terverifikasi atas nama Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Mohon dibantu dengan himbauan dari Bapak Presiden untuk menghentikan Hate speech .. ujaran kebencian yg baik yang mengatasnamakan agama, Ras/Suku, Relawan dll ... Pandemic sudah cukup membuat depress ekonomi sosial juga kesehatan jiwa masyarakat semua," tulis Susi merespon sebuah cuitan dari akun Presiden Jokowi yang meminta masyarakat sama-sama "berjuang untuk mengakhiri pandemi ini dengan disiplin ketat menjalankan protokol kesehatan."
Mohon dibantu dengan himbauan dari Bapak Presiden untuk menghentikan Hate speech .. ujaran kebencian yg baik yang mengatasnamakan agama, Ras/Suku, Relawan dll ... Pandemic sudah cukup membuat depress ekonomi sosial juga kesehatan jiwa masyarakat semua.
— Susi Pudjiastuti (@susipudjiastuti) February 7, 2021
Cuitan itu ternyata mendapat respon balasan. Bukan dari Presiden Jokowi, melainkan dari mantan politisi partai Demokrat, Ferdinand Hutahean.
"Sbg mantan menteri, tak sepatutnya ibu Susi mencuit hal sprt ini kpd Pres aplg cuitan Pak JKW ttg Vaksin Covid-19. Seolah ibu secara tdk langsung menuduh hate speech itu terkait dgn Pres. Ibu salah..! Pres tak ada hubungannya dgn itu, dan ibu bs komunikasi dgn Pres lewat ajudan," tulis Ferdinand.
Susi kemudian membalas sentilan Ferdinand itu dengan menanyakan Ferdinand punya masalah apa. Menggunakan bahasa Inggris, Susi menulis,"What is your problem Pak??????"
"My problem is, kecewa melihat mantan menteri tak punya etika kepada presidennya," balas Ferdinand.
Susi kemudian memilih mengakhiri debat kusir itu dengan jawaban,"Excuse me!"
Presiden Jokowi sendiri hingga berita ini ditulis belum memberi respon balasan terhadap permintaan wanita yang akrab disapa Bu Susi itu.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.