Google sedang menjajaki untuk mengembangkan fitur anti-pelacakan pengguna yang berimbas pada penargetan iklan seperti yang telah dilakukan Apple.
Cyberthreat.id – Google sedang menjajaki untuk mengembangkan fitur anti-pelacakan pengguna yang berimbas pada penargetan iklan seperti yang telah dilakukan Apple.
Menurut sumber Bloomberg, perusahaan raksasa internet tersebut sedang membahas bagaimana cara membatasi pengumpulan data dan pelacakan lintas aplikasi pada Android, tapi tak seketat Apple.
“Google mencoba untuk menyeimbangkan antara meningkatnya permintaan konsumen yang sadar privasi dengan finansial pengembang dan pengiklan,” tulis Bloomberg yang diakses Senin (8 Februari 2021).
Dengan pendapatan lebih dari US$ 100 miliar dari iklan digital tahunan, Google memiliki kepentingan membantu mitranya untuk terus menghasilkan pendapatan dengan menargetkan iklan ke pengguna Android.
"Kami selalu mencari cara untuk bekerja dengan pengembang untuk meningkatkan standar privasi sambil mengaktifkan ekosistem aplikasi yang didukung iklan dan sehat," kata juru bicara Google dalam sebuah pernyataan.
Seperti diketahui, dalam pembaruan perangkat lunak untuk iPhone dan iPad versi iOS 14.5 dan iPadOS 14.5, Apple menambahkan fitur baru yang disebut App Tracking Transparency. Alat tersebut memungkinkan konsumen memilih apakah aplikasi dapat mengumpulkan data tentang pemakaian aplikasi dan situs web.
Kebijakan itu menggegerkan industri periklanan digital. Facebook Inc. dan perusahaan lain mengeluh bahwa fitur tersebut akan membatasi kemampuan mereka untuk menyajikan iklan yang dipersonalisasi secara efektif dan menghasilkan pendapatan.
Sementara, tools yang sedang dirancang Google kemungkinan akan kurang ketat dan tidak memerlukan permintaan untuk ikut serta dalam pelacakan data seperti milik Apple, kata sumber itu.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.