Denda finansial terhadap Google adalah yang terbesar yang pernah dikeluarkan oleh CNIL.
Cyberthreat.id – Badan pengawas perlindungan data pribadi Prancis mendenda Google sebesar 100 juta euro atau sekitar Rp 1,72 triliun terkait pelacak iklan daring (cookies).
Selain Google, Badan pengawas bernama Commission nationale de l’informatique et des libertés (CNIL) itu juga mendenda raksasa e-commerce Amerika Serikat, Amazon sebesar 35 juta euro atau sekitar Rp 600 miliar dengan aturan yang sama
CNIL menemukan bahwa situs web kedua perusahaan di Prancis tidak meminta persetujuan sebelumnya dari pengunjung sebelum cookies iklan (potongan kecil data yang disimpan saat menavigasi di web) disimpan di komputer pengunjung.
Google dan Amazon juga dianggap gagal memberikan informasi yang jelas kepada pengguna internet tentang pelacak daring semacam itu dan bagaimana pengunjung dapat menolak penggunaan cookies apa pun, kata badan pengawas seperti dikutip dari Reuters, Kamis (10 Desember 2020).
CNIL menolak argumen perusahaan bahwa mereka tidak berhak menjatuhkan sanksi karena kantor pusat Eropa masing-masing berada di Irlandia dan Luksemburg–dua negara yang selama ini dinilai oleh beberapa kelompok advokasi privasi data bersikap lunak terhadap perusahaan Silicon Valley AS.
CNIL mengatakan denda Google sebagian besar harus dibayar oleh entitas AS Google LLC (60 juta euro) dan sisanya oleh Google Ireland Limited yang berbasis di UE (40 juta).
Sementara, denda Amazon harus dibayar oleh entitasnya yang berbasis di Luksemburg.
Perusahaan memiliki waktu tiga bulan untuk mengganti spanduk informasi. Jika mereka gagal melakukannya, mereka akan menghadapi denda tambahan 100.000 euro per hari sampai benar-benar mematuhinya.
Denda finansial terhadap Google adalah yang terbesar yang pernah dikeluarkan oleh CNIL, kata juru bicara badan pengawas itu.
Rekor denda sebelumnya sebesar 50 juta euro juga menargetkan Google itu karena melanggar aturan privasi data UE.
Baik Google maupun Amazon tak terima dengan putusan tersebut.
"Kami memberikan informasi di awal dan kontrol yang jelas, tata kelola data internal yang kuat, infrastruktur yang aman, dan yang terpenting, produk yang bermanfaat," kata Google dalam sebuah pernyataan.
Sementara, Amazon mengatakan, “Kami terus memperbarui praktik privasi kami untuk memastikan bahwa kami memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dan regulator yang terus berkembang dan sepenuhnya mematuhi semua hukum yang berlaku di setiap negara tempat kami beroperasi,” ujar perusahaan.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.