Kepala BSSN, Hinsa Siburian, mengatakan ancaman siber yang dihadapi Indonesia ada dua yakni menyerang infrastruktur dan menyerang masyarakat.
Cyberthreat.id – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat jumlah serangan siber yang menargetkan Indonesia selama Januari hingga November 2020 kurang lebih 423 juta kali. Jumlah tersebut bertambah hampir 100 kasus jika dibandingkan dengan catatan per Oktober lalu.
Baca:
Kepala BSSN, Hinsa Siburian, mengatakan ancaman siber yang dihadapi Indonesia ada dua yakni menyerang infrastruktur dan menyerang masyarakat.
"Bersifat teknikal yang sasarannya infrastruktur (TIK) itu sendiri dan yang bersifat sosial sasarannya hati dan pikiran manusia," ujar Hinsa dalam simposium virtual bertajuk “Strategi Keamanan Siber Nasional” yang diadakan oleh Badan Siber dan Sandi Negara, Senin (7 Desember 2020).
Ancaman bersifat teknikal yang menyerang infrastruktur, kata Hinsa, dalam bentuk, antara lain malware, phishing, SQL Injection, hijacking, dan Distributed Denial of Service (DDoS).
"Mereka menyerang infrastruktur kita, macam-macam di situ kegiatannya, baik yang bersifat kriminal maupun bersifat serangan," tuturnya.
Kemudian, yang menyerang masyarakat, Hinsa mengatakan seperti masifnya informasi yang berpotensi timbulnya hoaks. Ini sangat berbahaya, kata Hinsa.
Pasalnya, target serangan adalah hati dan pikiran masyarakat yang bisa mengubah ide, pilihan, pendapat, emosi, sikap, motivasi, dan tingkah laku.
"Itu dulu sudah ada, tetapi sekarang dengan kemajuan di siber, informasi itu bisa secara masif diberikan dan langsung ke masing-masing melalui ponsel pintar," ujarnya.
BSSN pun, kata Hinsa, membentuk pasukan untuk mengamankan ruang siber di Indonesia yang tersebar di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang dinamakan Computer Security Incidents Response Team (CSIRT).
Dalam empat tahun ke depan, BSSN akan membangun 121 unit tim CSIRT untuk mengamankan ruang siber.
"Tahun ini sudah kita bentuk 15 dan ke depan akan kita lanjutkan. Inilah yang bertugas melindungi ruang siber nasional kita," katanya.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.