Badan arbitrase mengundang publik untuk mengomentari kasus - yang semuanya telah dianonimkan - selama tujuh hari ke depan.
Cyberthreat.id - Dewan Pengawas Facebook yang beranggotakan tokoh-tokoh independen dari 27 negara mulai menangani enam kasus pertama.
Dalam sebuah pengumuman pada Selasa (1 Desember 2020), Dewan Pengawas mengatakan keenam kasus yang ditinjau itu semula telah dihapus oleh Facebook.
Dilansir dari BBC, keenam kasus itu termasuk gambar payudara wanita dalam sebuah posting tentang kanker payudara, dan gambar anak yang meninggal di samping teks tentang apakah pembalasan dibenarkan terhadap China atas perlakuannya terhadap Muslim Uighur.
Dewan tersebut mengatakan pengguna Facebook telah mengirimkan 20.000 kasus yang disarankan untuk ditinjau sejak Oktober 2020.
Badan arbitrase mengundang publik untuk mengomentari kasus - yang semuanya telah dianonimkan - selama tujuh hari ke depan.
Jika memilih untuk menolak atau mengubah tindakan yan telah diambil oleh Facebook, perusahaan harus merespons dan mematuhinya secara publik.
"Facebook harus mengikuti keputusan kami. Dan itu berarti jika mereka telah menghapus konten, mereka harus memasangnya kembali. Tetapi mereka juga harus menggunakan ini sebagai pedoman untuk kasus serupa lainnya," kata Helle Thorning-Schmidt, mantan Perdana Menteri Denmark dan anggota Dewan Pengawas Facebook.
Dia mengatakan kepada BBC bahwa kasus tersebut datang dari seluruh dunia dan dipilih untuk "mengajukan pertanyaan" tentang kebijakan Facebook tentang ujaran kebencian, ketelanjangan, organisasi berbahaya, dan kekerasan.
Dewan belum memberikan tanggal untuk membagikan kesimpulannya, tetapi Facebook sebelumnya mengatakan pihaknya mengharapkan kasus akan diselesaikan dalam waktu 90 hari, termasuk tindakan apa pun yang diperintahkan untuk diambil.
Keenam kasus tersebut adalah:
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.