Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI sepanjang 2020 ini telah memblokir lebih dari 4.000 aplikasi fintech ilegal.
Cyberthreat.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI sepanjang 2020 ini telah memblokir lebih 4.000 aplikasi fintech ilegal.
Aplikasi-aplikasi yang diblokir tersebut, termasuk berbasis web, aplikasi di Google Play Store dan App Store, serta yang tersedia di luar toko aplikasi.
Hal itu disampaikan Wakil Juru Bicara Kominfo, Dewi Meisari Haryanti, dalam acara sedaring bertajuk “Catch Me if You Can: Advancing Data Protection Strategy to Further Prevent Personal Data Breach”, Selasa (24 November 2020).
Meski telah diblokir, Dewi mengatakan, hal itu tak membuat fintech ilegal pun berhenti operasi. "Kayak blokir satu, tumbuh seribu, ganti domain dan lain-lain," ujarnya.
Dengan banyaknya aktivitas ilegal yang disebut Dewi sebagai "liar" tersebut, maka literasi digital kepada publik itu sangat diperlukan.
"Ketika literasi digital tidak digodok bersama, waduh repot banget, karena sisi supply-nya lumayan liar. Jujur dari sisi Kominfo menutup 4.000 ini, muncul lagi domain baru yang serupa, dan muncul-muncul lagi seperti itu," ujarnya.
"Saya pikir setelah melihat situasi seperti ini, misalnya, mau menghapus dari sisi supply yang 'liar' ini kayaknya kok mustahil banget, terlalu lincah ini barang," kata Dewi.
Oleh karenanya, literasi digital menjadi jalan utama. Dengan masyarakat yang terliterasi dengan baik, menurut dia, aktivitas "pemblokiran" bisa juga dilakukan oleh masyarakat sendiri.
"Kita harus benar-benar harus edukasi konsumen sehingga mereka sendiri yang bisa memilih produk aman, sehingga yang jelek akan 'dihukum' sendiri oleh pasarnya, oleh konsumennya," katanya.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.