Google, raksasa perusahaan internet, merilis enkripsi end-to-end (E2E) pada aplikasi Message untuk pengguna Android, Kamis (19 November 2020).
Cyberthreat.id – Google, raksasa perusahaan internet, merilis enkripsi end-to-end (E2E) pada aplikasi Messages untuk pengguna Android, Kamis (19 November 2020).
“Enkripsi E2E memastikan bahwa tak seorang pun, termasuk Google dan pihak ketiga, dapat membaca konten pesan Anda selama pengiriman antara ponsel Anda deengan ponsel orang lain,” kata Pempimpin Produk Google, Drew Rowny, seperti dikutip dari Security Week, diakses Jumat (20 November).
Alasan Google menerapkan enkripsi E2E untuk meningkatkan dari SMS ke standar Rich Communication Services (RCS) dengan tambahan fitur gambar dan video.
Hanya, fitur tersebut akan tersedia bagi orang-orang yang berkomunikasi dengan perangkat Android.
Teknologi enkripsi E2E tersedia di beberapa layanan, seperti WhatsApp milik Facebook. Namun, teknologi ini mendapatkan kecaman di sejumlah negara lantaran menyulitkan penegak hukum dalam penyelidikan. Facebook sendiri juga berencana menerapkan teknologi tersbeut pada aplikasi Messenger-nya.
Tahun lalu, Jaksa Agung AS William Barr bersama mitranya dari Inggris dan Australia untuk mendesak Facebook mencopot teknologi enkripsi E2E.
Sementara itu, para aktivis hak-hak pengguna dunia digital telah lama mendukung enkripsi yang kuat untuk menghindari pengintaian oleh pemerintah dan penjahat dunia maya.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.