Struktur badan pengawas itu juga diterapkan di Malaysia dan Singapura, bahwa pengawasan data pribadi berada di bawah kementerian komunikasi negara tersebut.
Cyberthreat.id – Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) memuat klausul mengenai otoritas pengawas perlindungan data.
Rencana, badan pengawas yang bernama Otoritas Perlindungan Data (Data Protection Authority/DPA) tersebut diusulkan berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
"Ini yang kami usulkan di RUU PDP. Setelah menjadi undang-undang, kami diberi waktu dua tahun untuk menyesuaikan, termasuk di pemerintahan dan mengenai lembaga otoritas ini," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, saat diskusi virtual bertajuk "Melindungi Jejak Digital dan Mengamankan Data Pribadi", Kamis (19 November 2020) seperti dikutip dari Antaranews.com.
Struktur otoritas tersebut, menurut Semuel, juga diterapkan di Malaysia dan Singapura, bahwa pengawasan data pribadi berada di bawah kementerian komunikasi negara tersebut.
Ia mengatakan, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika saat ini memiliki 20 staf yang sudah memiliki sertifikasi perlindungan data (data protection officer).
Jika usulan tersebut diterima, Kemenkominfo akan membuat pelatihan untuk petugas DPA, yang mendapatkan sertifikasi dari Eropa, agar penerapan sesuai dengan kebutuhan di Indonesia.
"RUU kita 80 persen mazhab General Data Protection Regulation (GDPR) Eropa, harus ada penyesuaian," kata Semuel.
RUU PDP memuat hak dan kewajiban bagi pemilik data pribadi dan lembaga yang mengumpulkan atau memproses data pribadi.
Perkembangan terkini mengenai RUU Perlindungan Data Pribadi, rancangan tersebut kini masih berada di DPR untuk masuk ke tahap pembahasan.
Semuel menyatakan dari sekitar 300 daftar inventarisasi masalah (DIM) mengenai RUU PDP, lebih dari separuh selesai dibahas.
Pemerintah dan DPR semula menargetkan RUU Perlindungan Data Pribadi selesai dibahas pada akhir November ini. Jika tidak mungkin selesai tahun ini, RUU diharapkan bisa selesai awal 2021.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.