Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengingatkan para pelaku teknologi finansial atau fintech terkait risiko kejahatan siber.
Cyberthreat.id - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, mengingatkan para pelaku teknologi finansial atau fintech terkait risiko kejahatan siber.
"Harus ingat perkembangan teknologi di sektor keuangan juga menimbulkan beberapa potensi risiko antara lain risiko kejahatan siber, misinformasi, dan transaksi eror serta penyalahgunaan data pribadi," kata Jokowi dalam acara “Indonesia Fintech Summit 2020”, Rabu (11 November 2020).
Apalagi, kata Jokowi, regulasi non-keuangan perbankan tidak seketat regulasi perbankan. Untuk itu, Jokowi menuturkan, pelaku industri fintech harus memperkuat tata kelolanya.
"Memperkuat tata kelola yang lebih baik dan akuntabel serta memitigasi berbagai risiko yang muncul," ujarnya.
Selain itu, meskipun fintech telah memberikan kontribusi positif bagi ekonomi nasional dan memperbesar akses kepada masyarakat terkait pembiayaan, Jokowi mengatakan masih banyak pekerjaan rumah dalam pengembangan teknologi finansial ini.
Jokowi juga mendorong pelaku fintech mengembangkan diri secara terus-menerus serta menjadi penggerak utama literasi keuangan yang saat ini masih rendah.
"Saya berharap industri fintech dapat memberikan layanan yang aman bagi masyarakat serta memberi kontribusi besar dalam pengembangann UMKM dan perekonomian nasional," kata Jokowi.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.