Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendorong masyarakat untuk melaporkan jika mengalami atau mengetahui adanya indikasi SMS penipuan.
Cyberthreat.id – Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendorong masyarakat untuk melaporkan jika mengalami atau mengetahui adanya indikasi SMS penipuan.
Masyarakat bisa menangkap layar (screen capture) atau memfoto SMS yang diindikasi sebagai penipuan itu, selanjutnya mengirimkannya ke akun Twitter @aduanBRTI atau situs web layanan.kominfo.go.id, lalu pilih "Aduan BRTI".
Hal ini disampaikan oleh Komisioner BRTI, I Ketut Prihadi Kresna, dalam sedaring bertajuk “Cerdas Bertelekomunikasi: Lindungi Data Pribadimu”, Kamis (22 Oktober 2020)
Ketut mengklaim segala SMS yang diindikasi penipuan itu akan diteruskan BRTI ke operator seluler agar segera dilakukan pemblokiran.
“Secara sistem langsung diteruskan kepada teman-teman operator terkait. Dalam waktu 1x24 jam nomor-nomor itu, kami minta untuk dinonaktifkan,” kata Ketut.
Pemblokiran itu, katanya, tidak memandang siapa lagi pemilik nomor ponsel yang mengirim pesan-pesan itu.
"Ini langsung kami minta diblokir, semua yang sifatnya diindikasikan penipuan,” ujar Ketut.
Contoh pesan SMS yang terindikasi penipuan, biasanya, pengirim menawarkan hadiah disertai tautan untuk mengklaim hadiah tersebut.
“Padahal kalau masuk ke [situs web berbasis] blogspot, itu adalah penipuan,” kata Ketut.
Selain itu, ada pula jenis pesan SMS yang berisi pengumuman bonus atau hadiah mengatasnamakan suatu perusahaan resmi. Namun, pesan itu dikirim melalui nomor tidak resmi atau nomor ponsel biasa. Ini juga bisa diindikasikan sebagai penipuan.
Ketut mengatakan ada pula pesan SMS berisi perintah untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening tertentu.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.