Komite itu terdiri dari pelaku usaha dan lembaga industri keuangan, serta penegak hukum untuk bahu membahu meningkatkan keamanan cyber di Indonesia.
Cyberthreat.id - Sejumlah perusahaan perbankan di Indonesia yang tergabung dalam Perhimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) hari ini, Rabu (7 Oktober 2020), membentuk komite kerja cyber security untuk melawan kejahatan siber.
Pembentukan komite kerja keamanan siber itu ditandai dengan menggelar webinar bertajuk “Strengthening Industry Collaboration to fight Cyber Threat in Banking Operation.”
Ketua Bidang Operasional, Teknologi dan Regulatory Reporting Perbanas Indra Utoyo mengatakan industri jasa keuangan seperti bank menjadi sasaran utama kejahatan siber. Di samping itu, para penjahat siber juga semakin canggih dalam menjalankan aksinya.
Indra mengatakan, di tengah era open banking saat ini, perbankan dituntut untuk berkolaborasi dan bersama-sama memerangi kejahatan siber.
“Kita Perbanas telah menetapkan dan telah dibentuk komite kerja cyber security Perbanas dengan tugas sharing dan praktek,” kata Indra yang juga Direktur IT BRI.
Komite itu terdiri dari pelaku usaha dan lembaga industri keuangan, serta penegak hukum untuk bahu membahu meningkatkan keamanan cyber di Indonesia. Komite kerja ini memiliki tugas berbagi informasi dan praktik tentang peningkatan ketahanan dari sisi keamanan, implementasi, penyelesaian jika terjadi masalah antarbank, dan menetapkan tata kelolanya.
"Karena itu kita akan kick off komite kerja cyber security. Ini menjadi sinyal bahwa kita melawan para fraudster itu," kata Indra seperti dilansir Bisnis.com.
Komite kerja cyber security Perbanas terdiri dari Wani Sabu sebagai Ketua, dan Muharto (CISO Bank BRI) sebagai sekretaris komite. Adapun sebagai anggota komite terdiri dari Andri Medina, Jeffry Kusnadi, Janto Oen.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.