Selama empat bulan pertama 2020, jumlah serangan siber yang terdeteksi oleh Badan Siber dan Sandi Negara mencapai 88.414.296 serangan.
Cyberthreat.id – Selama empat bulan pertama 2020, jumlah serangan siber yang terdeteksi oleh Badan Siber dan Sandi Negara mencapai 88.414.296 serangan.
Dari total tersebut, serangan dengan perangkat lunak jahat trojan paling banyak dipakai oleh penjahat siber (56 persen). Sisanya, serangan siber berupa pengumpulan informasi (43 persen) dan serangan aplikasi berbasis web (satu persen).
Dalam sedaring bertajuk “Perlindungan Data Pribadi dan Cyber Crime”, Kamis (10 September 2020), Direktur Proteksi Ekonomi Digital, Badan Siber dan Sandi Negara, Anton Setiawan, mengatakan, lonjakan serangan siber tersebut lantaran di masa pandemi Covid-19 pengguna internet meningkat.
Baca:
Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), menurut Anton, jumlah pemakai internet naik tiga hingga empat kali dari jumlah pemakai sebelum pandemi.
Dalam pantauan Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopkamsinas) BSSN, puncak tertinggi serangan dalam empat bulan pertama tersebut terjadi pada 12 Maret dengan sebanyak 3.344.470 serangan.
Sementara, secara global dalam periode awal 2020, serangan siber yang terjadi menurut data Interpol (Global Landscape on Covid-19 Cyberthreat) berupa domain berbahaya, phishing attack, malware pengumpul data, malware perusak (ransomware dan DDoS), dan memanfaatkan celah kerentanan saat bekerja dari rumah. (Baca: Interpol Ungkap 5 Jenis Ancaman Siber Selama Pandemi Covid-19)
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.