Meskipun memiliki 200 ribu pengikut di sana, Modi termasuk jarang berinteraksi di sana.
Cyberthreat.id - Perdana Menteri India Narendra Modi dilaporkan telah menghapus akun di Sina Weibo, aplikasi buatan China yang mirip Twitter. Itu dilakukan di tengah ketegangan kedua negara karena pertempuran akibat sengketa perbatasan di kawasan pegunungan Himalaya.
Modi diketahui membuat akun Weibo saat berkunjung ke China pada 2015. Meskipun memiliki 200 ribu pengikut di sana, Modi termasuk jarang berinteraksi di sana. Sebelum ditutup, dia hanya membuat sekitar 100 postingan.
Weibo mengumumkan penutupan akun pada Rabu malam (1 Juli 2020). Penghapusan itu terjadi beberapa hari setelah India melarang lusinan aplikasi China, termasuk Sina Weibo dan ByteDance TikTok, setelah bentrokan perbatasan antara kedua negara.
Sumber pemerintah India mengatakan kepada Reuters pada hari Kamis bahwa butuh waktu untuk menghapus akun Modi yang merupakan akun VIP.
“Untuk akun VIP, Weibo memiliki prosedur yang lebih rumit untuk berhenti, itulah sebabnya proses resmi dimulai. Untuk alasan yang paling dikenal oleh orang China, ada penundaan besar dalam pemberian izin dasar ini,” kata sumber itu.
Modi termasuk dalam segelintir pemimpin asing yang punya akun Weibo. Ia pernah mengungkapkan tanggal lahir Presiden Tiongkok Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Keqiang dengan mengucapkan "Selamat Ulang Tahun" di Weibo. Tanggal kelahiran para pemimpin senior di Tiongkok biasanya tidak diungkapkan secara terbuka.
Pemimpin Cina jarang aktif di media sosial. Platform media sosial asing seperti Facebook dan Twitter diblokir di Cina.
Sumber India mengatakan semua posting Modi di Weibo telah dihapus kecuali dua yang memperlihatkan foto dirinya dengan Xi. "Di Weibo, sulit untuk menghapus posting dengan foto presiden mereka," kata sumber itu.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.