Mereka meretas untuk tujuan memperdagangkan sertifikat keterampilan pelaut palsu.
Cyberthreat.id – Polda Metro Jaya menangkap 11 tersangka peretasan yang menargetkan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Mereka meretas untuk tujuan memperdagangkan sertifikat keterampilan pelaut palsu.
"Polres Metro Jakarta Utara bersama dengan Tim Satgas Kemenhub berhasil mengungkap sindikat pemalsuan sertifikat keterampilan pelaut dengan melakukan akses ilegal atau hacking pada situs resmi Kemenhub RI," kata Kapolda Metro Jaya, Irjen Nana Sudjana di Polda Metro Jaya, Kamis (25 Juni 2020) seperti dikutip dari Antaranews.com.
Nana mengatakan, sindikat menjalankan aksinya dengan mencari orang-orang yang ingin bekerja sebagai pelaut dan menawarkan jasa pembuatan sertifikat keterampilan pelaut.
Tersangka pertama-tama menyuap oknum pegawai honorer di Kemenhub untuk menyelundupkan blangko sertifikat keterampilan pelaut asli yang berada di gudang Kemenhub.
Setelah berhasil mendapatkan blangko sertifikat, tersangka lalu meretas situs resmi Kemenhub RI untuk "mendaftarkan sertifikat sehingga saat diperiksa secara daring, nama dan nomor sertifikat itu terdaftar di situs resmi Kemenhub.
"Sertifikat ini asli, tapi palsu. Mereka menawarkan dengan jaminan blangko sertifikat asli buatan Peruri dan nomor sertifikat pelaut teregistrasi di web Kemenhub," kata Nana.
Seluruh tersangka ditangkap di sejumlah lokasi berbeda, antara lain di Koja (Jakut), Pekanbaru, Riau, dan Bogor (Jawa Barat). Ke-11 tersangka, antara lain DT, JA, IJ, SP, SH, S, IS, GJM, RR, RA, dan RAS.
Nana juga mengatakan sebagian tersangka ini juga pernah bekerja sebagai pelaut.
Sindikat ini mematok harga di dengan kisaran harga Rp 700 ribu untuk sertifikat pelaut tingkat dasar hingga Rp 20 juta untuk sertifikat pelaut tingkat atas.
Para tersangka dikenakan Pasal 264 KUHP dan Pasal 30 ayat 3 UU ITE dengan ancaman hukuman delapan tahun penjara.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.