Sebuah studi baru menunjukkan, lebih banyak laki-laki yang menjadi korban kejahatan siber ketimbang perempuan. Dan, semuanya berkaitan dengan pemilihan kata san
Cyberthreat.id – Sebuah studi baru menunjukkan, lebih banyak laki-laki yang menjadi korban kejahatan siber ketimbang perempuan. Dan, semuanya berkaitan dengan pemilihan kata sandi.
Studi yang diterbitkan 29 April oleh NordPass, penyedia layanan password manager, menyebutkan, perempuan cenderung menggunakan kata sandi unik dibandingkan laki-laki
Temuan dari survei yang melibatkan 700 orang di Inggris dan 700 orang di Amerika Serikat tersebut cukup membuat peneliti NordPass terkejut. Peneliti tak mengira bahwa perbedaan gender sangat mempengaruhi penggunaan kata sandi.
"Kami tidak berharap akan ada perbedaan gender dengan penggunaan kata sandi unik mereka,” kata NordPass seperti dikutip dari Infosecurity Magazine, Rabu (6 Mei 2020).
Menurut peneliti, kata sandi unik untuk setiap akun online mengurangi risiko beberapa akun diretas dalam satu serangan siber.
Survei tersebut menunjukkan,
Sebagai perbandingan, kalangan laki-laki:
"Kami menduga perempuan lebih peduli terhadap keamanan online. Mereka lebih peduli tentang informasi sensitif yang disimpan di akunnya," tutur peneliti.
Menurut peneliti, dari 22 persen peserta survei yang telah menjadi korban kejahatan dunia maya, separuh lebih dari mereka dalah laki-laki.
Studi tersebut juga menunjukkan, bahwa korban kejahatan dunia maya sangat khawatir dengan email, forum atau hiburan, komunikasi, akun aplikasi kesehatan mereka diretas.
Uniknya, ada 30 persen orang yang disurvei berpikir bahwa mengatur ulang dan mengatur kata sandi sama sulitnya dengan masa pensiun.
Ditanya berapa banyak responden yang pensiun, para peneliti mengatakan sekitar 20 persen dari 700 responden AS (ata sekitar 140 orang) sudah pensiun.[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.