Kementerian Perdagangan RI menutup akun 312 pedagang daring (online) di sejumlah lokapasar (marketplace).
Jakarta, Cyberthreat.id – Kementerian Perdagangan RI menutup sebanyak akun 312 pedagang daring (online) di sejumlah lokapasar (marketplace). Perinciannya, 168 pedagang alat kesehatan dan 143 pedagang bahan pangan.
Mereka dinilai telah menjual alat kesehatan, seperti masker dan hand sanitizer berkualitas rendah di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, mereka menjual bahan pangan di atas harga eceran tertinggi.
Sekretaris Jenderal Kemendag Oke Nurwan mengatakan, kementerian secara intensif melakukan pengawasan ketat di semua platform lokapasar. Selain penutupan akun, Oke mengatakan, pihaknya juga menghapus tautan produk-produk tersebut dari toko daring (merchant) yang ada.
Para pedagang nakal itu dinilai telah melanggar Permendag Nomor 7 Tahun 2020 dan dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan UU Perdagangan, demikian seperti dikutip dari situs web Kemendag diakses Jumat (24 April 2020). Namun, Kemendag tak menjelaskan nama-nama lokapasar yang masuk dalam pengawasan tersebut.
Selain pengawasan barang dalam perdagangan daring, Kemendag juga telah menerima total 127 pengaduan terkait niaga elektronik/niaga-el (e-commerce) sejak 2018 hingga 2020. Perinciannya, 44 aduan pada 2018, 76 aduan (2019), dan 7 aduan (2020).
Sejumlah aduan tersebut, meliputi:
Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Veri Anggrijono mengatakan, persoalan konsumen tersebut telah diselesaikan berupa penggantian barang dari pelaku usaha dan/atau mengembalikan dana secara tunai.
Terkait pengaduan konsumen untuk permasalahan niaga-el, Veri menyarankan agar konsumen bisa melaporkan ke nomor WhatsApp: 085311111010, alamat surel: pengaduan.konsumen@kemendag.go.id, hotline: 0213441839, situs web siswaspk.kemendag.go.id, atau datang langsung.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.