Aplikasi “Rumah Karantina” dimaksudkan untuk orang yang menjalani wajib karantina 14 hari setelah kembali dari luar negeri.
Warsawa, Cyberthreat.id – Pemerintah Polandia baru-baru ini merilis aplikasi ponsel pintar yang dikhususkan untuk pasien virus corona baru (Covid-19). Pasien yang wajib karantina selama 14 hari di rumah diminta untuk mengirimkan bukti bahwa dirinya berada di rumah untuk isolasi diri.
"Orang-orang yang dikarantina punya pilihan: menerima kunjungan tak terduga dari polisi atau mengunduh aplikasi ini," Karol Manys, juru bicara kementerian digital kepada kantor berita AFP, seperti dikutip dari The Star, Sabtu (21 Maret 2020).
Aplikasi “Rumah Karantina” dimaksudkan untuk orang yang menjalani wajib karantina 14 hari setelah kembali dari luar negeri, Karol menambahkan.
Aplikasi tersebut menggunakan geolokasi dan pengenalan wajah yang memungkinkan pengguna yang dikarantina untuk check-in dengan pihak berwenang untuk mengonfirmasi bahwa mereka memang tinggal di rumah.
Pengguna pertama-tama harus mendaftarkan swafoto melalui aplikasi, kemudian secara acak meminta lebih banyak swafoto sepanjang hari. Aplikasi tersebut juga memberi tahu polisi jika pengguna gagal merespons dalam 20 menit.
Pada Jumat lalu, kepolisian setempat, mengatakan, akan mendenda 500 zloty atau sekitar Rp 2 juta per orang yang melanggar aturan karantina wajib, bahkan hukuman bisa mencapai 5.000 zloty atau sekitar Rp 20 juta.
Seperti anggota Uni Eropa lain, Polandia melakukan langkah protokol memerangi penyebaran Covid-19, termasuk menutup sekolah sampai Paskah, menutup perbatasan dengan orang asing, dan meminta orang untuk bekerja dari rumah. Negara berpenduduk 38 juta jiwa itu per 22 Maret 2020 tercatat kasus Covid-19 sebanyak 536 kasus, 13 orang sembuh, dan lima orang meninggal.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.