Indonesia masih menyusun konsep strategi AI nasional dalam enam bulan ke depan
Cyberthreat.id - Kepala Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan Indonesia sedang mengembangkan strategi Artificial Intelligence (AI) nasional. Saat ini, kata dia, implementasi dan penerapan AI di Indonesia masih terbatas dalam beberapa sektor terutama e-commerce, logistik serta perbankan dan finansial.
"Kita sedang menyusun pembangunan strategi AI nasional dalam waktu enam bulan," kata Hammam di JCC, Jakarta (4 Maret 2020).
Strategi AI nasional akan difokuskan kepada sektor pemerintahan. Menurut Riza, sektor pemerintahan sangat memerlukan AI guna mencapai efektifivitas dan efisiensi sehingga adopsi AI dinilai mendesak. Jika adopsi AI tidak dilaksanakan dalam skala nasional secepat mungkin, Indonesia bakal kesulitan menuju konsep SMART Governance.
"Jika memang Indonesia memang ingin maju dan berubah menjadi SMART Governance, pemerintah harus bisa mengadopsi AI dan memiliki roadmap pengembangan AI. Apalagi kalau sudah pindah ke ibukota negara baru dimana semua serba berorientasi ke masa depan. Misalnya serba otomatisasi tentu harus pakai AI," ujarnya.
Terdapat empat komponen utama dalam strategi penyusunan AI Nasional. Keempatnya adalah regulation and ethics (regulasi dan etika AI), skill and education (kemampuan dan pendidikan), infrastruktur dan data, hingga Governance yang didalamnya termasuk leadership, management, command, direction, and guidance.
Keempat komponen itu kemudian disebut BPPT sebagai fokus prioritas yang akan diimplementasikan di beberapa bidang seperti kesehatan, transportasi, energi, dan pemerintahan.
"Kami berharap pada bulan Juli nanti keluar Perpres mengenai strategi Indonesia dalam memanfaatkan, menguasai, dan mendayagunakan teknologi AI ini." []
Redaktur: Arif Rahman
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.