Regulasi yang terbaru ini harus bisa menjangkau lebih luas dan komprehensif. Jangan lagi ada tumpang tindih, lebih penting lagi tidak ada pasal karet.
Jakarta, Cyberthreat.id – Proteksi data pribadi menjadi konsen utama di sejumlah negara maju dan berkembang saat ini, tak terkecuali Indonesia.
Di era digital, yang disesaki aneka platform, pertukaran data adalah keniscayaan. Kebocoran data pun tak terelakkan pula. Kasus Facebook dan Cambridge Analytica—pengumpulan informasi 87 juta pengguna—pada 2014 menyadarkan kita bahwa sudah saatnya masyarakat sadar akan isu data pribadi.
Belum lagi, kasus penjualan data pribadi di media sosial, lengkap dengan rincian kartu kredit, nama ibu, nomor telepon, alamat email, alamat rumah, bahkan di kalangan hacker menjual pula username dan password akun pengguna. Karena data-data pribadi tersebut bisa dipakai untuk menggiring opini publik, bahkan lebih bahaya lagi disalahgunakan untuk kriminal.
Pemerintah Indonesia sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) bersama Dewan Perwakilan Rakyat. RUU ini terbilang telat jika melihat perkembangan digital yang ada, sedangkan negara-negera jiran telah lama mengadopsi regulasi serupa. Meski telat, maka bolehlah kita dorong agar segera saja RUU ini disahkan.
Regulasi kita sudah lama mengatur data pribadi, tapi tercecer di beberapa sektor. Regulasi-regulasi itu juga belum sepenuhnya menjangkau perkembangan teknologi informasi seperti saat ini. Jadi, regulasi yang terbaru ini harus bisa menjangkau lebih luas dan komprehensif. Jangan lagi ada tumpang tindih, lebih penting lagi tidak ada pasal karet.
Oleh karena itu, mari kita pahami dulu secara mendasar tentang data pribadi ini. Penjelasan di bawah ini, saya ambil dari materi pidato yang disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G. Plate saat rapat bersama dengan Komisi I DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (25 Februari 2020).
Apa itu data pribadi?
Prinsip pemprosesan data pribadi
RUU ini mengatur prinsip-prinsip, antara lain:
Tiga pihak yang terlibat
RUU mengatur pihak-pihak yang terlibat dalam pemrosesan data pribadi, yaitu pemilik data pribadi, pengendali data pribadi, dan prosesor data pribadi.
Pemilik data pribadi—subyek data memiliki hak, antara lain:
Pengendali data pribadi—pihak yang menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan data pribadi. Pengendali data pribadi bertanggung jawab atas seluruh pemrosesan data pribadi.
Prosesor data pribadi—pihak yang melakukan pemrosesan data pribadi atas nama pengendali data pribadi.
Kewajiban pengendali dan prosesor data
Kewajiban pengendali dan prosesor data pribadi dapat berbeda, tapi memiliki kewajiban dasar yang sama, seperti
Sebelum memproses data pribadi
Untuk dapat melakukan pemrosesan data pribadi, pengendali data pribadi harus melakukan pemrosesan data pribadi berdasarkan, antara lai
Apa saja yang diatur?
RUU ini mengatur tentang:
Adakah sanksi?
Untuk memastikan penegakan hukum pelindungan data pribadi, RUU ini juga mengatur sanksi, antara lain: sanksi administratif, sanksi pidana, dan ganti rugi berdasarkan penyelesaian sengketa perdata.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.