Secara umum, lingkup RUU ini mencakup sektor publik, yaitu pemerintah dan sektor privat, yaitu baik berbentuk perorangan maupun korporasi.
Jakarta, Cyberthreat.id – Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Johnny G. Plate mengatakan, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi akan mengatur perlindungan data lintas negara.
“Pemerintah berpendapat RUU PDP ini akan [...] memberikan pelindungan hak asasi manusia, serta mengatur pemrosesan data pribadi baik di dalam negeri maupun lintas batas negara,” ujar Johnny di muka anggota Komisi I DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (25 Februari 2020).
Selain itu, RUU juga menjangkau perbuatan hukum yang dilakukan di Indonesia dan di luar wilayah yurisdiksi nasional. Terutama, “Yang memiliki akibat hukum di dalam wilayah Indonesia atau berdampak bagi warga negara Indonesia,” Johnny menambahkan.
Secara umum, lingkup RUU ini mencakup sektor publik (pemerintah) dan sektor privat (perorangan maupun korporasi, baik yang berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum).
Saat ini, negara-negara di dunia juga memiliki konsen yang sama terkait perlindungan data pribadi. Dalam catatan Johnny, hingga kini ada 132 negara yang memiliki regulasi pelindungan data pribadi.
Di kawasan ASEAN, Malaysia lebih dulu memiliki sejak 2010, lalu diikuti Singapura (2012), Filipina (2012), dan Thailand (2019). Secara prinsip, regulasi-regulasi tersebut, menurut Johnny, menekankan soal pembagian jenis data pribadi, hak pemilik data pribadi, syarat sah pemrosesan data pribadi, dan sanksi terhadap pelanggaran penggunaan data pribadi. Prinsip-prinsip itu juga termaktub dalam RUU PDP.
Sekadar diketahui, dalam RUU ini, data pribadi didefinisikan sebagai “setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik dan/atau nonelektronik.”
RUU PDP mengatur tentang:
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.