Sepanjang 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menerima aduan konten negatif sebanyak 430.000 konten.
Jakarta, Cyberthreat.id – Sepanjang 2019 Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menerima aduan konten negatif sebanyak 430.000 konten.
“Tim AIS menerima dan mengelola laporan aduan konten dari masyarakat dan instansi. Setelah konten yang diadukan tadi diverifikasi, kemudian masuk ke dalam sistem pemblokiran," ujar Plt Biro Humas Kemkominfo, Ferdinandus Setu, saat ditemui Cyberthreat.id di kantornya, beberapa waktu lalu.
Tim AIS atau yang dikenal dengan Cyber Drone 9, selain mengawasi konten, juga menerima konten aduan dari masyarakat.
Sejak 2009 hingga 31 Desember 2019, Tim AIS Kominfo menerima aduan konten negatif mencapai 1.858.554 konten. Mayoritas konten yang diadukan adalah pornografi.
Khusus konten hoaks, Tim AIS Kominfo telah menemukan dan menganalisis 4.041 konten selama periode Agustus 2018 hingga 31 Desember 2019.
Dari aduan tersebut, jika konten tergolong melanggar UU ITE, tim AIS akan melakukan pemblokiran bekerja sama dengan penyedia layanan internet (internet service provider/ISP).
"Kami ada data daftar nama website yang memuat konten-konten negatif. Daftar itu langsung masuk ke aksesnya ISP. ISP di Indonesia itu ada 400-an, tapi yang sudah bergabung dengan daftar kami ini baru 150-an ISP," kata Ferdinandus.
Untuk ISP yang belum bekerja sama atau bergabung dengan Cyber Drone 9, Kominfo akan mengirimkan e-mail kepada mereka untuk melakukan pemblokiran tersebut.
Oleh karena itu, jika ada masyarakat yang menemukan konten negatif di internet, bisa melaporkan kepada tim AIS melalui berbagai cara, yaitu:
Masyarakat dapat mengirimkan tangkapan layar (screen capture) atau URL konten yang ingin dilaporkan. Laporan yang masuk tersebut akan dianalisis serta dilakukan sistem verifikasi dan validasi. Selanjutnya, diambil langkah pemblokiran atau tidak.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.