Uji coba tersebut dengan menggandeng operator seluler dengan dua pilihan mekanisme pemblokiran yakni mekanisme “Black List” atau “White List”.
Jakarta, Cyberthreat.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika selama dua hari, Senin-Selasa (17-18 Februari 2020) melakukan uji coba mekanisme pemblokiran IMEI.
Uji coba tersebut menggandeng operator seluler dengan dua pilihan mekanisme pemblokiran yakni mekanisme “Black List” atau “White List”.
Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu menjelaskan, mekanisme “Black List” menerapkan "normally on" yang memungkinkan ponsel legal dan ilegal mendapat sinyal.
Berita Terkait:
“Setelah diidentifikasi oleh sistem, maka ponsel ilegal (cloning, malformat IMEI) akan dinotifikasi untuk diblokir. Waktu untuk dilakukan blokir berbeda tergantung case-nya,” ujar Nando, sapaan akrabnya, dalam siaran persnya, Senin (17 Januari) malam.
Kedua, mekanisme “White List” artinya menerapkan "normally off". Hanya ponsel memiliki IMEI legal yang dapat sinyal untuk menerima layanan telekomunikasi dari operator, ujar Nando.
Berita Terkait:
Uji coba mekanisme "Black List" diwakili oleh operator XL Axiata, sedangkan uji coba mekanisme "White List" dilakukan terhadap operator Telkomsel.
Seperti diketahui, pemerintah akhirnya meneken regulasi bersama tiga menteri menyangkut perlindungan bagi industri dan pengguna ponsel, komputer, dan tablet di dalam negeri.
“Ini sejalan dengan upaya menekan masuknya ponsel ilegal ke Indonesia yang berpotensi menimbulkan kerugian negara,” demikian pernyataan dalam siaran pers yang dikutip dari situs web Kementerian Perindustrian, Jumat (18 Oktober 2019).
Berita Terkait:
Regulasi yang diteken tersebut adalah:
Peraturan tersebut akan berlaku pada enam bulan sejak tanggal ditandatangani. Atau, tepatnya berlaku efektif per 18 April 2020. []
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.