Perusahaan diminta transparan terkait serangan Ransomware yang menyebabkan terjadinya pencurian data dan permintaan tebusan
Cyberthreat.id - Raksasa kontruksi asal Prancis, Bouygues Construction, mendeteksi serangan Ransomware terhadap jaringan komputernya pada Kamis (30 Januari 2020). Perusahaan kemudian memutuskan untuk mematikan seluruh jaringan komputernya agar dampak tidak meluas.
"Sebagai tindakan pencegahan, sistem informasi telah dimatikan untuk mencegah penyebaran.” tulis Bouygues dalam rilisnya yang dimuat di website perusahaan pada Jumat, (31 Januari 2020).
Dalam beberapa hari ke depan tim Bouygues fokus untuk mengembalikan sistem kembali normal dengan dukungan para ahli. Meski demikian, perusahaan menegaskan kegiatan operasional di lokasi konstruksi tidak terganggu. Perusahaan juga akan mengeluarkan pembaruan lebih lanjut secara berkala.
BleepingComputer melaporkan bahwa penjahat dibalik serangan ini adalah operator Maze Ransomware. Mereka mengklaim bertanggung jawab atas serangan ini dan menyatakan telah mengenkripsi 237 komputer serta mengenkripsi lebih dari 1.000 terabyte data.
Sebagaimana sifat serangan Ransomware yang kerap dilakukan para kriminal siber, operator Maze Ransomware diduga bakal mencoba memeras Bouygues Construction. Caranya dengan mengancam akan merilis data yang dicuri secara terbuka, kecuali tebusan dibayarkan.
Belum diketahui berapa banyak data yang dicuri dari Bouygues Construction. Sejumlah pakar menyarankan alangkah baiknya perusahaan bersikap transparan tentang serangan itu, termasuk tentang data yang dicuri sehingga harus menganggap ini sebagai pelanggaran data khususnya pencurian data yang menyangkut perusahaan, vendor, dan karyawan.
BleepingComputer dalam laporannya menyatakan telah menghubungi Bouygues Construction, tetapi belum mendapat jawaban.
Redaktur: Arif Rahman
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.