Penyebaran konten-konten menyesatkan terkait dengan virus corona paling banyak ditemukan di layanan pesan instan WhatsApp.
Jakarta, Cyberthreat.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menemukan 54 unggahan di media sosial yang menyebarkan isu hoaks dan disinformasi terkait dengan virus corona.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengimbau kepada masyarakat agar informasi yang diterima terkait virus corona lebih dulu dicermati.
Ia juga mengatakan, penyebaran konten-konten menyesatkan terkait dengan virus corona paling banyak ditemukan di layanan pesan instan WhatsApp. Pihaknya saat ini sedang mempertimbangkan pengiriman SMS massal (SMS blast) yang berisi imbauan kepada warga untuk antisipasi hoaks.
“Hanya yang baik-baik saja yang perlu kita teruskan dan juga hal-hal yang bermanfaat. Jangan terlalu cepat mengedarkan atau meneruskan informasi yang belum tentu kebenarannya karena itu merugikan kita,” kata Johnny dalam jumpa pers di kantornya, Senin (3 Februari 2020).
Berita Terkait:
Johnny menegaskan pencegahan virus corona adalah tindakan usaha medis yang berkaitan dengan kesehatan. “Jangan dikaitkan dengan hal-hal yang lain. Jangan sampai, apalagi dikaitkan dengan masalah politik,hukum, keagamaan. Tidak ada hubungannya itu,” kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika (Aptika), Semuel Abrijani Pangerapan menuturkan, Kominfo akan bekerja sama dengan pihak penegak hukum untuk menangkap orang-orang yang menyebarkan informasi bohong terkait virus corona.
“Terkait dengan hoaks di platform, kami tidak segan-segan menindak yang menimbulkan kekacauan. Tindakan hoaks ini melanggar undang-undang,” kata Semuel.
Berikut ini 15 konten hoaks dari 54 konten yang dikategorikan hoaks dan disinformasi oleh Kementerian Kominfo sesuai dengan pantauan dari Cyber Drone 9 Kominfo:
Selengkapnya cek PDF.[]
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.