Jika rencana tersebut diterapkan tanpa adanya regulasi dan belum diatur dengan hukum, akan ada potensi penyalahgunaan data pribadi.
Jakarta, Cyberthreat.id - Recana Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menggunakan verifikasi biometrik untuk pendaftaran dan pergantian kartu SIM dinilai belum bisa diterapkan jika Indonesia belum membereskan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Sebab, tanpa aturan main yang jelas, data itu rawan disalahgunakan.
Hal itu disampaikan Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja kepada cyberthreat.id, Kamis 23 Januari 2020.
Menurut Ardi, jika verifikasi biometrik dinilai penting, maka pemerintah harus segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi.
"RUU PDP harus segera diundangkan agar semua bisa punya disiplin dan tanggung jawab," kata Ardi.
Berita Terkait:
Menurutnya, jika rencana tersebut diterapkan tanpa adanya regulasi dan belum diatur dengan hukum, akan ada potensi penyalahgunaan, terkait keamanan data pribadi masyarakat.
RUU PDP dipastikan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 dengan status RUU usulan pemerintah.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Semuel Pangerapan, mengungkapkan, RUU PDP akan dibahas pada Februari 2020 dan ditargetkan selesai pada Oktober 2020.
RUU PDP akan mengatur mengenai jenis data pribadi, hak pemilik data, transfer data pribadi dan penyelesaian sengketa. Turut diatur juga dalam UU PDP mengenai larangan dan ketentuan pidana, kerja sama internasional, sanksi administrasi dan peran pemerintah serta masyarakat.
Dikutip dari Okezone, Sammy mengungkapkan jika saat ini RUU PDP hanya menunggu tanda tangan dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan. RUU PDP sendiri saat ini sudah masuk ke dalam daftar Prolegnas 2020 yang diusulkan oleh kementerian Komunikasi dan Informatika, meskipun sampai saat ini masih dalam proses harmonisasi.
"Masih menunggu satu paraf dari Kemenko Polhukam (Kementerian Koordinasi bidang Politik, Hukum, dan HAM)," kata Sammy saat ditemui awak wartawan (22 Januari 2020).[]
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.