Ransomware merajalela karena "mengabaikan keamanan siber dalam pemerintahan negara bagian" yang menggunakan sistem berbasis elektronik dan terkoneksi
Cyberthreat.id - Serangan Ransomware mendatangkan malapetaka di seluruh dunia sepanjang tahun lalu. Serangan ini mampu menguasai sistem dan menyandera data di banyak organisasi/pemerintahan yang terkena dampak.
Laporan Emsisoft yang dirilis baru-baru ini menyatakan potensi kerugian akibat serangan Ransomware di Amerika Serikat (AS) sepanjang tahun 2019 lebih dari 7,5 USD miliar atau sekitar Rp 104 Triliun.
Pemerintah negara bagian, kota, dan lembaga/institusi publik di seluruh negeri semakin menjadi target bagi operator Ransomware sepanjang tahun 2019.
Berdasarkan laporan terbaru Emsisoft, total organisasi/lembaga di AS yang terkena Ransomware meliputi:
- 113 pemerintah dan lembaga
- 764 penyedia layanan kesehatan
- 1.233 sekolah swasta
Kota-kota besar AS termasuk Baltimore dan New Orleans keduanya diserang oleh Ransomware yang berdampak parah terhadap jalannya pemerintahan. Auditor Negara Bagian Mississippi mengatakan Ransomware merajalela karena "mengabaikan keamanan siber dalam pemerintahan negara bagian."
Penelitian University of Maryland menyimpulkan dengan terus terang bahwa "sebagian besar pemerintah daerah Amerika melakukan pekerjaan yang buruk dalam mempraktikkan keamanan siber."
Tetapi, itu bukan hanya masalah untuk kota kecil dan agensi saja. Contohnya, akhir Desember 2019 fasilitas US Coast Guard terpaksa beroperasi offline selama lebih dari 30 jam ketika serangan Ransomware menghantamnya. Serangan terhadap US Coast Guard membuktikan Ransomware mampu menyerang infrastruktur kritis.
Emsisoft menyarankan pengguna sistem elektronik memakai prinsip "lebih baik melindungi diri sendiri dengan terlebih dahulu memetakan permukaan serangan". Itu saja belum cukup karena pengguna diwajibkan menambal (patch) dan memperbarui sistem keamanan.
Kemudian mengisolasi pemulihan dan mencadangkan data, dan yang terakhir dan paling penting adalah mengedukasi karyawan tentang langkah-langkah keamanan karena "kesalahan manusia masih berada di puncak daftar penyebab yang menyebabkan insiden cyber."
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.