“Love hotel”, juga dikenal dengan “sex hotel”, adalah hotel yang dioperasikan khusus melayani tamu terkait dengan kegiatan seksual pelanggan.
Cyberthreat.id – Happy Hotel, mesin pencari asal Jepang yang digunakan untuk menemukan dan memesan kamar "love hotel", dibobol oleh penjahat siber.
HappyHotel.jp merupakan situs web yang beroperasi mirip dengan Booking.com, tetapi memungkinkan pengguna yang terdaftar untuk mencari dan memesan love hotel yang tersedia di seluruh Jepang.
“Love hotel”, juga dikenal dengan “sex hotel”, adalah hotel yang dioperasikan untuk memberikan privasi bagi para tamu terkait dengan kegiatan seksual pelanggan.
Di Jepang, hotel ini digunakan oleh pasangan yang sudah menikah atau pasangan yang berselingkuh. Layanan hotel ini terkenal di Asia Timur, terutama di Jepang.
ALMEX, perusahaan yang bertanggung jawab dan mengelola layanan Happy Hotel, mengatakan, baru mengetahui adanya pengakses tidak sah ke server-server pada 22 Desember 2019. Dari insiden ini, tampaknya peretas mendapatkan banyak informasi pengguna yang sensitif, tulis ZDNet, Senin (6 Januari 2020).
Menurut ALMEX, jenis data yang mungkin diakses peretas, seperti rincian nama asli, alamat email, kredensial masuk (nama pengguna dan kata sandi), tanggal lahir, informasi gender, nomor telepon, alamat rumah, dan rincian kartu pembayaran.
Sejauh ini, data pelanggan yang diretas tersebut belum tersebar secara online, menurut pantauan ZDNet. Jika data situs bocor secara online, pelanggan yang terdampak sangat rentan sekali menghadapi upaya pemerasan.
Setelah situs web HappyHotel.jp diturunkan sejak Natal, barulah ALMEX mengumumkan insiden siber tersebut.
"Kami dengan tulus meminta maaf atas ketidaknyamanan dan kecemasan yang mungkin telah menyebabkan pelanggan kami dan pihak terkait lainnya," ujar ALMEX sebuah pesan yang diunggah di situs webnya.
ALMEX juga menutup mesin pencari “hotel cinta” keduanya yang bernama Loveinn Jepang. Namun, perusahaan tak menjelaskan apakah layanan miliknya itu mengalami pelanggaran data atau tidak.
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.