Perusahaan mengatakan sistem dan jaringan komputer masih aman
Cyberthreat.id - Perusahaan pembuat bir Waterloo Brewing mengumumkan telah terkena serangan cyber berupa rekayasa sosial (social engineering). Perusahaan raksasa asal Kanada itu menyatakan kerugian mencapai 2,1 USD (Rp 29,5 miliar) dan peristiwa itu baru diketahui pekan ini sementara transfer dilakukan awal bulan ini.
"Penipu di balik serangan ini menyamar sebagai karyawan kreditor dan mengajukan permintaan transfer palsu," tulis keterangan perusahaan dilansir CBC News, Jumat (22 November 2019).
Saat ini perusahaan sedang melakukan analisis dari semua aktivitas transaksi di semua rekening banknya. Manajemen perusahaan juga meninjau sistem internal, kontrol dan seluruh jaringan komputer.
"Hingga saat ini perusahaan tidak percaya bahwa sistemnya dilanggar atau informasi pribadi pelanggan berada dalam risiko besar."
Waterloo Brewing juga telah menghubungi polisi setempat, Pusat Analisis Transaksi dan Laporan Keuangan Kanada (FINTRAC) dan Jaringan Kejahatan dan Penegakan Keuangan Amerika Serikat (FinCEN) untuk menyelidiki masalah ini.
Perusahaan juga berencana melakukan penyelidikan independen terhadap sistem perusahaan. Termasuk bekerja sama dengan auditor dan bank untuk memastikan langkah yang tepat diambil untuk mengurangi serangan di masa depan.
Social engineering terhadap Waterloo Brewing termasuk salah satu serangan cyber yang mencuri perhatian di Kanada. April 2019, bendahara Kota Ottawa mentransfer hampir 100 ribu USD (Rp 1,4 miliar) ke sejumlah perusahaan fiktif setelah penipu menghubunginya dan mengaku sebagai manajer kota.
Tahun 2017 serangan serupa di Universitas MacEwan di Alberta kehilangan total 11 juta USD (Rp 154 miliar) setelah penipu menyamar sebagai vendor dan meminta universitas untuk mentransfer hutang ke rekening bank.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.