Mendikbud Nadiem meminta korporasi teknologi di Indonesia mengubah paradigma untuk bekerja sama Pemerintah demi kemajuan bersama
Cyberthreat.id - Mendikbud Nadiem Makarim meminta Google menjadikan Indonesia sebagai prioritas. Pernyataan itu dilontarkan Nadiem saat acara Google for Indonesia di Jakarta, Rabu (20 November 2019).
"Tolong Google dan perusahaan lainnya menjadikan Indonesia prioritas nomor satu di dunia," kata Nadiem di panggung Google for Indonesia di Raffles Hotel, Kuningan, Jakarta, Rabu (20 November 2019).
Google telah mendesain program Bangkit yang merupakan sebuah program pendidikan terstruktur dan bertujuan menghasilkan tenaga teknis berkaliber tinggi bagi startup dan perusahaan teknologi kelas dunia yang ada di Indonesia.
Program terukur ini bertujuan memajukan ekosistem teknologi di Tanah Air, sekaligus mendukung visi menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara.
Bangkit berkolaborasi dengan Unicorn dan Decacorn yang beroperasi di Indonesia seperti Gojek, Tokopedia dan Traveloka. Program ini berencana melantik 300 developer berkualifikasi tinggi dengan keahlian machine learning hingga musim panas 2020.
Mengubah Paradigma
Mendikbud Nadiem juga menjamin Pemerintah bakal menyambut kerja sama ini dengan tangan terbuka. Artinya, Pemerintah berkomitmen mendukung segala upaya yang memajukan bangsa.
"Tapi tolong skalanya jangan yang kecil-kecil. Kalau ini 300 anak, coba kita pikir bersama bagaimana program Bangkit ini bisa untuk 300 ribu anak. Jangan bilang enggak possible (mungkin) dulu," ujarnya.
Untuk mempermudah proses tersebut, Nadiem mengatakan Pemerintah telah memiliki paradigma baru. Sebaliknya ia juga meminta kepada setiap korporasi digital seperti Google dan yang lainnya untuk turut mengubah paradigma.
"Minta saja yang dibutuhkan. Kementerian bukan regulator, tetapi enabler bagi ekosistem," tegasnya.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.