Survei yang dilakukan oleh Brave Software, pembuat peramban (browser) Brave, tersebut menanyai 1.500 responden (pengguna web) di Amerika Serikat.
Cyberthreat.id – Survei menunjukkan bahwa mayoritas pengguna internet menginginkan perlindungan privasi (82 persen).
Survei yang dilakukan oleh Brave Software, pembuat peramban (browser) Brave, tersebut menanyai 1.500 responden (pengguna web) di Amerika Serikat dan diterbitkan dalam laporan berjudul The Online Privacy and Experience Sentiment.
Survei melalui Pollfish yang diadakan pada 31 Oktober 2019 tersebut mencakup pengguna web bersuaia 18 tahun ke atas.
Tujuan dari survei (1) untuk mengeksplorasi bagaimana pengguna web berpikir tentang privasi online, (2) seberapa banyak mereka memahami tentang bagaimana data mereka digunakan oleh pengiklan dan teknologi besar, dan (3) mengevaluasi keinginan mereka untuk berubah.
”Dalam ekosistem online, semakin banyak pengguna merasa khawatir dengan perlindungan privasi online mereka,” tulis Brave dalam blog perusahaannya yang diakses Minggu (17 November 2019).
Berita Terkait:
CEO dan Co-founder Brave Software, Brendan Eich, mengatakan, para pengguna semakin sadar bagaimana perusahaan teknologi besar (Google, Facebook, dll) melakukan pelanggaran terhadap data mereka dan merasa tidak nyaman dengan iklan digital yang mereka terima.
Menurut dia, para pengguna juga mendorong regulator dan raksasa teknologi untuk beralih ke pendekatan privas pertama.
“Data kami menunjukkan bahwa pengguna sudah muak dengan kapitalisme pengintaian yang saat ini mendanai web. Sementara mereka ingin terus merasakan web secara gratis, mereka ingin lebih banyak kontrol atas bagaimana data mereka digunakan, dan mereka keberatan dengan kurangnya privasi yang ada saat ini secara online,” kata Brendan.
Berikut temuan Brave Software:
Redaktur: Andi Nugroho
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.