Perusahaan mengatakan akan meninjau ulang mulai 15 Desember 2019 hingga setahun ke depan terhadap properti yang diunggah.
Cyberthreat.id – Airbnb, jaringan pasar daring penginapan asal AS, tengah memverifikasi setiap properti di platformnya setelah laporan media yang menyebutkan adanya serangkaian penipuan.
Pada Oktober, Vice News mengungkap pola daftar properti menyesatkan yang diunggah di situs web Airbnb. Ini pertama kalinya Airbnb, yang diluncurkan pada 2008, berjanji untuk memverifikasi setiap rumah yang dipromosikan di platformnya.
Perusahaan mengatakan akan meninjau ulang mulai 15 Desember 2019 hingga setahun ke depan terhadap properti yang diunggah. Perusahaan juga berjanji untuk mengembalikan uang kepada pelanggan jika mereka tertipu oleh daftar yang tidak akurat.
Selama penyelidikan, Vice News mewawancarai terhadap beberapa orang yang menjadi korban. Ketika waktu berlibur mereka tiba, mereka menerima panggilan telepon dari pemilik penginapan dan mengatakan properti itu tidak lagi tersedia, “karena keadaan darurat atau pemesanan dobel,” demikian seperti dikutip dari BBC, Rabu (6 November 2019).
Pemesan pun akhirnya dipindahkan ke penginapan lain, seringkali di daerah yang berbeda dan tanpa fasilitas yang dijanjikan dalam pemesanan awal.
Dalam banyak kasus, para tamu merasa mereka tidak punya pilihan selain kondisi yang mendesak dan tiba larut malam di kota tujuan.
Menurut korban yang diwawancarai, Airbnb menolak untuk pengembalian uang penuh mesk pemesanan yang menyesatkan tersebut.
Chief Executive Officer Airbnb Brian Chesky mengatakan: "Airbnb berada dalam bisnis kepercayaan. Kami membuat langkah paling signifikan dalam mendesain kepercayaan pada platform kami sejak desain asli kami pada 2008,” kata dia.
Dia pun berjanji beberapa hal, sebagai berikut:
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.