Lebih dari 3.000 remaja akan mempraktikkan keterampilan cybersecurity mereka dengan menyelesaikan serangan ransomware hipotetis.
Cyberthreat.id – Ribuan gadis remaja yang berasal dari seluruh Amerika Serikat mengikuti National Girl Scouts Cyber Challenge pada Sabtu (19 Oktober 2019) waktu setempat.
Lebih dari 3.000 remaja akan mempraktikkan keterampilan cybersecurity mereka dengan menyelesaikan serangan ransomware hipotetis.
Peserta akan membentuk tim respons insiden yang harus mencari tahu siapa yang meretas sistem dan bagaimana mereka melakukannya, demikian seperti dikutip dari Infosecurity Magazine, Jumat (18 Oktober).
Acara tersebut bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada remaja tentang bagaimana pengkodean dan keamanan siber diterapkan di dunia nyata.
“Tidak ada pengalaman cybersecurity sebelumnya yang diperlukan untuk ambil bagian, karena penyelenggara berharap dapat menginspirasi gadis-gadis yang belum pernah mencoba cybersecurity untuk mencobanya dan melihat apakah mereka menyukainya atau tidak,” tulis Infosecurity Magazine.
Kegiatan tersebut merupakan percontohan yang diikuti oleh perwakilan Georgia, Colorado, Maryland, Texas, California, Arizona, Alabama, Ohio, Massachusetts, dan Florida. Jika kegiatan tersebut dinilai berhasil, Girl Scouts of USA (GSUSA) berencana menggelar acara tersebut ke-111 wilayah lain.
Hadir untuk presentasi di kegiatan tersebut adalah Raytheon, penyedia jasa atau produk militer utama pada Departemen Pertahanan AS, yang sejak November 2018 digandeng untuk untuk mendorong para gadis remaja berkarir di ilmu komputer. Tahun lalu, dengan dukungan Raytheon, GSUSA meluncurkan program ilmu komputer nasional pertama kalinya untuk anak perempuan sekolah menengah dan menengah.
"Masa depan kita membutuhkan inovator, teknisi, dan pakar keamanan siber dan kami menemukan mereka di sini di Girl Scouts. Mereka akan memecahkan tantangan dunia maya sambil memenuhi potensi mereka,” kata juru bicara Raytheon.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.