Gelombang hoaks tidak bisa ditangani tanpa kolaborasi dan sinergi semua pihak
Denpasar, Cyberthreat.id - Kepala Biro Multimedia Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Budi Setiawan menyebutkan tiga strategi umum Polri dalam melawan dan memberantas hoaks.
"Polisi tidak bisa berdiri sendiri, Pemda yang tahu persis kondisi di daerah, perlu strategi bersama untuk melawan hoaks,” kata Budi saat menjadi narasumber Rapat Koordinasi Nasional Pejabat Kehumasan Provinsi Seluruh Indonesia di Denpasar, Bali, Sabtu (12 Oktober 2019).
Ketiga strategi yang dipaparkan Budi tidak bisa terlaksana dengan baik tanpa sinergi dan kolaborasi. Adapun strategi tersebut adalah:
Pertama, melakukan edukasi-literasi kepada ASN, TNI/Polri, civitas akademika, pelajar dan masyarakat umum agar memahami pentingnya mengelola informasi dengan bertanggungjawab.
Kedua, bekerjasama dengan penyedia jasa internet, media massa dan platform media sosial agar bersama-sama mencegah dan menindak hoaks.
Ketiga, melakukan penindakan dan penegakkan hukum terhadap pelanggaran UU ITE.
"Dari tiga strategi tersebut, peran Pemda sangat strategis dalam mencegah penyebaran konten negatif ke daerah-daerah. Dan dalam melakukan pembatasan (hoaks) harus berdasarkan undang-undang," ujar Budi.
Menurut dia, semua upaya pencegahan hoaks harus didasari mengayomi dan membina masyarakat di dunia nyata maupun internet. Media Sosial, kata dia, adalah sumber utama gelombang hoaks sehingga Pemerintah dan masyarakat harus bisa mengelolanya.
"Perlu adanya literasi media sosial untuk masyarakat agar masyarakat semakin hati-hati dan cerdas dalam bermain media sosial. Itu adalah bentuk dari menjaga persatuan dan kesatuan bangsa."
Budi juga membagikan tips dalam menggunakan medsos. Ada tiga hal yakni; konsumsi umum; pastikan informasi itu benar dan bermanfaat untuk umum, jangan terpancing emosi; ingatlah bahwa niat baik belum tentu berakhir baik, serta mengingat bahwa keburukan bukan untuk disebarluaskan.
Demokratisasi Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence; AI), pada dasarnya, adalah memperluas aksesibilitas teknologi AI ke basis pengguna yang lebih luas.
Di tengah latar belakang ini, ada aspek penting yang secara halus terjalin dalam narasinya, yaitu penanganan identitas non-manusia.
"Karena kita hidup di era digital, jangan hanya menjadi konsumen, tetapi bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih produktif," tambah Nezar.